Kamis, 22 Desember 2011

ADAT SOPAN SANTUN DAN LARANGAN DALAM ADAT DAYAK


ADAT ANTUNAN ATURAN DAN KAMALIATN

1.      Aturan Ka’ Tumpuk Ka’ Radakng yang tidak boleh dilakukan
*      Ngarumaya’
*      Nyumpah Mangkabo
*      Narikatn Pangotekng / Pangiang
*      Nyusun Ongotn Ka’ Maraga / Ka’ Halaman
*      Rumah Kosong Sampai 3 Bulan
*      Nyongkok, Nikal, Makukuh Batakng Buah
*      Membawa Senjata Tajam di Keramaian
*      Narikatn Uwi / Buluh / Anyang
*      Bakalahi Maki Misih Tanpa Alasan
*      Anak-Anak bermain dijalan Umum
*      Nyeok Macul Nungkalak
*      Nyahan Iso Nana Basarakng / Nyampidakng

2.      Adat Aturan Ka’ Saka Ka’ Maraga yang tidak boleh dilakukan
*      Ngarumaya
*      Natak Ongotn
*      Nyongko, Ngawah Ngadap ka ‘ Magara
*      Nyokok Nyarungkakng Batakng kayu
*      Malape Magar Maraga

3.      Aturan Sopan Santun
*      Berjumpa dengan orang lain supaya disapa dengan prinsip orang tua dihormati anak-anak disayangi.
*      Jika lewat orang lain sedang duduk dan ngomong-ngomong, maka kita lewat menundukan badan sambil mendangkupkan jari sepuluh dan berkata “ Lalu De’e Boh”.
*      Jangan meludah diorang lain.


*      Nguma pasugi. Subur, man timawakng, nyalar dan nunu’ pararoatn,balahatn, jarami (nunu abut-abut).


4.      Adat Aturan Ka’ Jahat Ka; Engkar
Oleh masyarakat adat kampong  sekalipun  pihak keluarga siapa yang memperdulikannya atau menolongnya, dihukum adat sesuai dengan peraturan yang ada. Sampai 3 tahun dia tetap ingkar dan jahat dapat diusir oleh seluruh masyarakat dan pengurus kampokng.

5.      Adat Aturan Ka’ Ikan Sunge Ka’ Dano
*      Ngago ikan tidak boleh menggunakan tuba, nyetrum, number pokat dan menggunakan pokat harimau.
*      Kalau mau nyamah ba’ ajakatn ame makatn nyobo, harus baajakatn seperti berburu, ngalati, ngulikng, napak, nyamah dan lain-lain.
*      Air hak Binua.
-          Sabua Teluk raden s/d koala sabua
-          Punyara atokng taras, atokng malamo, atokgn pasa ajok dan dano udak,
-          Ampala (teluk sa’er s/d koala ampala)
-          Sidaging (Teluk Mampongo s/d koala)
-          Paluntan (teluk Toreng s/d samoko)
-          Dano Sidagong, Dano Samoko, Dano Jangkuran, Silambu, Mansu, Pulai Tujuh.

6.      Adat Aturan Ka’ Subur Ka’ Panyugu tempat-tempat keramat.
*    Batas lokasi kuburan harus dibuat supaya tidak bebas
*    Kuburan harus dibersihkan setiap tanggal 10 Mei setiap tahunnya
*    Kuburan tidak boleh diladangi (dilebur)
*    Kuburan tidak boleh disalar api baik disengaja maupun tidak disengaja ini perlu dijaga bersama.

7.      Adat Aturan Ak’ Batas Ka’ Wilayah
*    Kalau mau memasuhi batas wilayah tempat usaha, pekerjaan orang lain terlebih dahulu member tahu kepada yang bersangkutan atau pemiliknya sebaga basa. Kalau tidak kita dianggap tidak sopan (nana’ Nauan ka’ adat ka’ aturan) , ( nana’ baradat). Dapat disanksi hokum adat.
*    Kalau bekerja, mau berusaha, mau bertempat tinggal dari binua A ke Binua B kita harus melaporkan diri terlebih dahulu  kepada pengurus kampokng tersebut dan taati segala adat aturan yang berlaku.
*    Kalau pindah ke kampokng lain harus mengeluarkan adat istiadat Nampak narangkatn ka’ pengurus ka’ jubata ka’ pajaji, adat naiki rumah 1 siap 1 jalu.
*    Pada kampokng yang ditinggalkan membongkar rumah lama harus mengeluarkan adat. Adat parungkat dapur. Hokum nomor 59.
*    Jika membuat kuburan baru harus mengeluarkan adat panubah tanah ( liat hokum adat nomor 54),

8.      Adat Antunan
Adat antunan adalah perilaku masyarakat yang telah menjadi kebiasaan yang dianggap baik dan kemudian diikuti ( di Turutatn ni’) oleh generasi penerusnya. Adat antunan atau adat nang diturutani adalah semata-mata  suatu kebiasaan turun temurun tanpa mengandung unsure sacral. Adat antunan  dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu :
a.       Nama sebutan/panggilan , jujuhatn dan kekeluargaan
b.      Jonkg’ (tanda Pemilikan0
c.       Tanda Karangan  semacam rambu-rambu adat)
Nama sebutan / panggilan kekeluargaan dapat dipisahkan kedalam 2 bagian yaitu :
a.       Nama sebutan /  panggilan jujuhatn dan
b.      Nama sebutan / panggilan kekeluargaan
Jongko dapat dikelompokan kedalam 3 macam yaitu :
a.       Jongko’ Pantojok
b.      Jongko’ pamarangan
c.       Jongko’ Poket

9.      Nama Sebutan /  Panggilan Jujuhatn
Nama sebutan/panggilan jujuhatn menurut garis lurus dihitung sampai dengan 7 keturunan yaitu :
ANAK -  UCU – UYUT – ENGKE’ – CICIT – AMA'
Sedangkan nama sebutan / panggilan jujuhatn menurut garis samping dihitung sampai dengan 9 keturunan yaitu :
a.       Se’et pusat /  sekandung disebut sebagai samadiatn
b.      Sakadiriatn / sepupu sekali disebut sebagai kamar kapala
c.       Dua madi’ ene’ / sepupu dua kali disebut sebagai waris
d.      Dua madi’ ene’ saket disebut sebagai waris
e.       Saket disebut sebagai waris
f.       Saket dantar disebut sebagai waris
g.      Dantar disebut sebagai waris
h.      Dantar page disebut sebagai waris
i.        Page disebut sebagai waris
Dua madi’ ene’ disebut juga sebagai ahli waris kuat, karena yang disebut waris adalah karena dia terdepan. Dari urutan/jajaran 1 sampai dengan urutan jajaran 9 sebutannya mungkin menjadi “ page samadiatn”. Urutan jajaran diatas no. 9 disebut “ dah baurangan” artinya jika terjadi perkawinan, mereka tidak dapat dikenakan adat sama sekali. Sedangkan sampai dengan urutan 9 jika terjadi perkawinan setidaknya mereka harus dikenakan adat pangarumpakng dan / atau adat pangurus.

10.  Bana Sebutan / Panggilan kekeluargaan
Sebutan dan panggilan sehari-hari diantara sanak saudara atau secara kekeluargaan misalnya ;
a.       Seorang ayah/ibu memanggil anaknya biasanya dengan panggilan  “nak” atau langsung dipanggil  dengan nama kecil/ nama kesayangannya yaitu : toh/otoh” untuk anak laki-laki dan “kek/ukek” untuk anak perempuan, tetapi dipanggil “de” (merupakan sebutan yang salah).
b.      Seorang anak memanggil ayah/ibunya biasanya dengan panggilan “we/pa” demikian pula jika orang lain yang memanggilnya, biasanya dengan panggilan “we’ sianu “ atau “ pa’ sianu” , kata sianu disini berarti anaknya yang paling tua (pertama ) .
c.       Seorang istri memanggil suaminya atau sebaliknya , biasanya dengan panggilan “pa’ sianu” atau we’ sianu”. Dewasa ini telah terjadi dan bahkan telah terbiasa menggunakan panggilan yang salah yaitu “pa” atau “ma”, panggilan yang tepat dan benar juga adalah “pa’ otoh” atau “pa’ ukek, we’ otoh, atau we’ ukek” .
d.      Seorang menantu terhadap mertuanya biasanya dengan panggilan datuk laki-laki atau datuk bini, dalam hal ini menantunya laki-laki. Jika menantunya perempuan maka panggilan yang benar adalah tua’ laki-laki terhadap mertua yang laki-laki dan tua’ bini terhadap mertua yang perempuan dan memanggil we’ terhadap mertua perempuan. Ini adalah panggilan yang salah menurut adat.
e.       Panggilan terhadap adik dari ayah /ibu kita adalah pauda’  sedangkan terhadap kakak dari ayah/ ibu kita adalah pa’ tuha. Jika adik /kakak (seorang wanita) dari ayah/ibu kita maka panggilan yang cocok adalah nauda’ atau antuha. Tetapi panggilan pauda’, pa’ tuha, nauda’, antuha., tidak hanya dipergunakan terhadap orang-orang yang betul-betul keluarga kita. Panggilan ini biasanya juga kita pergunakan sebagai menghormati orang tua, jika nampaknya lebih tua dari orang tua kita panggil pauda’ dan jika dia seorang wanita kita panggil nauda’ atau antuha. Jika lebih tua lagi kita panggil ene’.
f.       Aduk/kakaknya istri terhadap adik/kakaknya si suami biasanya dipanggil ise’ atau isatn singkatan dari isatn(ayah dan ibu) termasuk paman, patuha, dari sebelah suami dan sebaliknya.

11.  Jongko’ ialah tanda bahwa barang sesuatu yang dijongko’ itu suda ada yang memilikinya. Ada macam-macam jongko’ yaitu :
a.       Jongko pantojok : sepotong kayu kecil , panjang nya kira-kira  sekitar 1,5-2 meter dicucukkan ketanah dengan kemiringan 45 derajat, dengan posisi menunjuk kepada suatu sasaran diatas pohon yang ditunjuk itu 9biasanya sarang lebah0 telah menjadi milik orang yang memasang pantojok itu.
b.      Jongko’ Pamarangan
Jongko’ kata kerjanya adalah nyingko sama artinya dengan ngako’ artinya bahwa barang sesuatu yang dijongko’ itu telahdiako’/akui sebagai miliknya. Sedangtkan pamarangan adalah bentuk kata jamak, kata kerjanya adalah marakngi. Marakngi adalah suatu perbuatan untuk member tanda jongko’ biasanya diparakngi adalah pohon buah-buahan seperti langsay, rambutan dll yang telah berbuah. Maksudnya dparakngi adalah agar suoaya orang tidak mencurinya. Maka pohon buah itu sekelilingnya dipagar dengan ayas kayu (pohon-pohon kecil) yang masih berdaun, tidak dibuang daunnya, kemdian diikat di batang pohon.
Akan tetapi pohon buah yang terletak didekat rumah orang lain tidak boleh diparakngi’ pohon buah orang lain, namun setelah habis diparakngi hal itu harus diberitahukannya kepada yang punya pohon buah bahwa dialah yang marakngi buah orang itu, maksudnya bukan untuk mengakui miliknya, tetapi sekedar minta bagi makan. Sebaliknya apabila pada saat buah itu kepada yang marakngi tadi, maka orang itu dapat menuntut adat paningkadahatn kepada pemilik pohon buah, bahkan dia bisa mengalami kecelakaan seperti luka dan sebagainya.

c.       Jongko’ Pantayatn.
Di pantayatn artinya diperkokoh 9lebih diperkokoh, lebih diperkuat) misalnya pohon yang diparakngi masih dicuri pula buahnya terlepas apakah pamarangannya dikembalikan semula ataupun dibiarkan berserakan, maka oleh pemilik pohon buah, pohon itu diparakngi kembali dengan menambah ayas-ayas pohonnya dan mengikatnya kokoh lagi, sehingga pohon itu di mantayatn.

d.      Jongko’ jarungkakng :
Jongko’ jarungkakng adalah jongko’ dengan memberikan tanda jarungkakng yaitu berupa 2 batang ayas kayu yang dicucukkan silang diatas batang kayu yang telah mati biasanya untuk kayu api, yang berarti bahwa batang kayu api itu telah dijongko’ sebagai miliknya.

e.       Pokat
Pokat adalah semacam jongko’ dengan memberikan tanda berupa tanda kali (X) pada pohon kayu yang dijongko’ . jongko’ pokat biasanya dilakukan selain pada pohon buah-biahanm juga bisa dilakukan  pada pohon-pohonan yang lain untuk dikerjakan/digesek untuk dijadikan bahan bangunan.

f.       Lepak
Lepak adalah semacam tanda batas atau antara. Lepak biasanya dilakukan apabila orang  lain telah melampaui batas miliknya sehingga orang yang merasa dirugikan melakukan lepak sebagai antara/batas, berupa lepak, melepak pohon-pohon disepanjang batas tanah kebun karet dan sebagainya.

g.      Jalujur
Jalujur adalah tanda batas diantara kedua pemilik tanah (biasanya untuk memberikan batas uma/lading) yaitu berupa kayu-kayu yang disusun/disambung-sambung sepanjang batas lading itu. Jika jalujur dimaksudkan untuk memberikan tanda batas pada tanah kebun atau hutan bawas maka sejujurnya berupa tebasan disepanjang batas tanah itu.

h.      Kalangkalokng Pati’
Kalangkalokng atau biasa juga langsung disebut kalangkalokng pati’ adalah tanda yang dipasang pada suatu tempat untuk memberitahukan kepada khayalak uimum bahwa tidak jauh dari situ dipasang padi’/belantik sesuai dengan arah yang ditunjuk oleh petekkang kalokng itu, semacam tanda :”awas bahaya”.

i.        Tanda Baranak
Tanda baranak/tanda melahirkan terdiri dari 2 potong bamboo yang dicucuk sejajar ke tanah, kemudian tiga potong belahan bamboo dilepakkan ujung pangkalnya pada kedua bamboo itu sehingga membuat posisi seperti tangga (lihat gambar 8). Pada tangga belahan bamboo digantungkan daun mentawa, daun limau atau daun limotekng. Apabila anaknya laki-laki maka tanda dipasang disebelah kanan dan jika anaknya perempuan dipasang disebelah kiri, dilihat dari posisi kita turun dari tangga atau posisi dari rumah.


12.  Adat Kamaliatn
Kamaliatn berasal dari kata amali’ ialah semacam larangan yang sekaligus pula mengandung sanksi psykologis. Biasanya sering dikatakan sebutannya yaitu  pantang pamali’. Amali’ dapat dibagi dalam 4 pengelompokan yaitu :

I.          Tulah
Tulah adalah salah satu jenis perbuatan yang dialrang dilakukan wujud sanksi psykologis sebagai akibat dari suatu perbuatan yang melanggar kamaliatn, misalnya :
Amali’ kawin dengan keluarga yang masih dekat , yang masih mempunyai hubungan darah (adik/kakak dari orang tua, sepupu sekali, sepupu dua kali) tulah jika dilakukan.
Hubungan antara amali’ dan tulah boleh dikatakan merupakan hubungan antara sebab akibat, tetapi tidak merupakan hal yang eksak, namun hanya sebatas kepercayaan adat. Tulah yangmerupakan sanksi psykologis, bisa berbentuk bencana, petaka daln lain-lainnya misalnya : anak-anak mengalami cacat, anak-anaknya banyak yang mati, sedikit yang hidup segala usahanya tidak berhasil, kurang beruntung hidupnya dll. Amali’ dapat diartikan langsung sebagai larangan (jangan/ame). Ada yang bermacam-macam larangan kamaliatn diantaranya yaitu :
a.       Amali’ panganten man kamar kapala
b.      Amali’ panganten man paranah urakng tuha (pauda’, nauda’)
c.       Amali’ bersiul didalam rumah
d.      Amali’ bernyanyi ka’ padapuratn
e.       Amali’ banyanyi tangah bahira’
f.       Amali’ mantobekng dama urakng tuha
g.      Amali’ makatn badiri
h.      Amali’ lalu ka’ adapatn urakng tuha
i.        Amali; mangkong dangan man pangoer
j.        Amali’ macul ka’ dalapm rumah (gajah, panitah)
k.      Amali’ nele’ (mobo’/ngintip) kamaluatn urakng tuha.
Tulah pada dasarnya lebih berorientasi kepada hal-hal yang menyangkut perkawinan dan seksualitas, itulah sebabnya maka jenis kelamin laki-laki dan perempuan disebut “antu tulah”, misalnya antu tulah dan sebagainya.

II.    Sangar
 Sangar adalah merupakan wujud sanksi psykologis sebagai akibat dari suatu perbuatan yang melanggar kamaliatn. Sebagaimana tulah maka sangarpun terpokus dan  lebih berorientasi  kepada hal-hal yang menyangkut perkawinan dan seksualitas. Hanya jangkauan kamaliatn tulah agak pendek, sampai kepada anak, seadangkan sangat beban kamaliatn sangar jauh lebih luas dari jangkauan  kamaliatn tulah, yaitu selain yagn menyangkut hal-hal perkawinan /seksualitas, juga menyangkut hal-hal yang berbagai kejahatan lainnya, misalnya orang yang sering menghianati nyawa orang lain bisa membawa sabgar bagi anak-cucu dan keturunannya (basangar ka’ anak ka’ ucunya). Beberapa perbuatan kamaliatn yang dapat membuat sangar yaitu :
a.       Orang yang kawin baparanahi’ (masih keluarga dekat)  dikenakan siam sangar, supaya tidak mendatangkan sangar5 kepada keturunannya (ame basangar ka anak ka’ ucu)
b.      Seorang pembunuh, bisa basangar ka’ anak ka’ ucu.
c.       Orang yang sering menghianati (membunuh secara fisik mistik) nyawa orang lain bisa basangar ka’ anak ka’ ucu.
d.      Orang yang sering merampok (perampok) pencuri dan kejahatan-kejahatan lainnya yang sering ia lakukan, bisa basangar ka’ anak ka’ ucu.


III.          Kisas/Kicas
Kicas adalah semacam sanksi psykologis yang menurut kepercayaan adat bahwa setiap perbuatan yang jahat pasti akan mendapat balasan yang setimpal sebelum ia mendapatkan ganjarannya di akhirat. Kicas bisa saja terjadi kepada dirinys sendiri, atau kepada nak cucunya.
Kicas dapat diartikan sebagai hokum pembalasan (hokum karma) misalnya seorang yang sering melakukan kejahatan (menganiaya, merampok, membunuh, meracuni orang dan lain-lain) bisa saja mendapat kicas seperti : rumahnya terbakar, keluarganya sering sakit-sakitan, mendapat kecelakaan, dan bahkan mungkin ditabrak mobil dan lain-lain).

0 komentar:

Posting Komentar





 
Design by PHILIPUS NAHAYA | Web by PHILIPUS NAHAYA - Philipus Nahaya Themes | PHILIPUS NAHAYA