Senin, 13 Desember 2010

Nama Sebutan / Panggilan Kekeluargaan :adat Dayak

Sebutan dan panggilan sehari-hari diantara sanak saudara atau secara kekeluargaan misalnya :

a. Seorang ayah / ibu memanggil anaknya biasanya dengan panggilan “nak” atau langsung dipanggil dengan nama kecil / nama kesayangannya yaitu “toh / otoh” untuk anak laki-laki dan “kek / ukek” untuk anak perempuan, tetapi tidak dipanggil “de” (sebutan yang salah).

b. Seorang anak memanggl ayah / ibunya biasanya dengan panggilan “pa’ / we’”.

Demikian pula jika orang lain yang memanggilnya, biasanya dengan panggilan “We’ sianu” atau “pa’ sianu”, kata sianu’ disini berarti anaknya yang paling tua (pertama).

c. Seorang isteri memanggil suaminya atau sebaliknya, biasanya dengan panggilan “pa’ sianu’” atau “we’ sianu’”. Dewasa ini telah terjadi dan bahkan telah terbiasa menggunakan panggilan yang salah yaitu “pa’ atau “ma’, panggilan yang tepat dan benar juga adalah pa’ otoh atau pa’ ukek.

d. Seorang menantu terhadap mertuanya biasanya dengan panggilan datuk laki atau datuk bini, dalam hal ini menantunya laki-laki. Jika menantunya perempan maka panggilan yang benar adalah tua’ laki atau terhadap mertua laki-laki dan tua’ bini terhadap mertua perempuan dan memanggil we’ terhadap mertua perempuan. Ini adalah panggilan yang salah menurut adat.

e. Panggilan terhadap adik dari ayah / ibu kita adalah pauda’ sedangkan terhadap ayah dari ayah / ibu kitaadalah pa’ tuha. Jika adik/kakak (seorang wanita) dari ayah / ibu kita maka panggilan yang cocok nauda’ atau antuha. Tetapi panggilan pauda’, pa’ tuha, nauda’, antuha, tidak hanya dipergunakan terhadap orang-orang yang betul-betul keluarga kita, panggilan ini biasa juga kita pergunakan sebagai menghormati orang tua, jika nampaknya lebih tua dari orang tua kita dipanggil patuha dan jika dia seorang wanita kita panggil antuha atau nauda’. Jika lebih tua lagi kita panggil ene’.

f. Adik/kakaknya si isteri terhadap adik/kakaknya si suami biasanya dipanggil ise’ atau isant singkatan dari isatn (ayah dan ibu) termasuk paman, pak tuha, dari sebelah suami, dan sebaliknya.

Nama Sebutan / pangilan jujuhantn : (keluarga)

Nama sebutan / panggilan jujuhatn menurut garis lurus dihitung sampai dengan 7 keturunan yaitu :

Anak – Ucu – Uyut – Engke’ – Uyam – Cicit – Ama’

Sedangkan nama sebutan / panggilan jujuhatn menurut garis samping dihitung sampai dengan 9 turunan yaitu :

a. Seet pusat / sekandung disebut sebagai samadiatn.

b. Sakadiriatn / sepupu sekali disebut sebagai kamar kapala.

c. Dua Madi’ Ene / sepupu dua kali disebut sebagai waris.

d. Dua Madi’ Ene’ Saket disebut sebagai waris.

e. Saket disebut sebagai waris.

f. Saket dantar disebut sebagai waris.

g. Dantar disebut sebagai waris.

h. Dantar Page disebut sebagai waris.

i. Page disebut sebagai waris.

Dua madi’ ene’ disebut juga sebagai ahli waris kuat, karena yang disebut waris adalah bermula dari dua madi’ ene’, jadi pada jajaran inilah yang mengepalai ahli waris, karena dia terdepan.

Dari urutan / jajaran 1 sampai dengan urutan / jajaran 9 sebutannya dirangkum menjadi “page samadiatn”. Urutan jajaran diatas No. 9 disebut “dah baurangan” artinya jika terjadi perkawinan, mereka tidak dapat dikenakan adat sama sekali. Sedangkan sampai dengan ke 9 jika perkawinan setidaknya mereka harus dikenakan adat pangarumpakng dan /atau pangurus.

Adat Antunan :

Adat Antunan ialah perilaku masyarakat yang telah menjadi kebiasaan yang dianggap baik kemudian diikuti (diturutatn-ni’) oleh generasi penerusnya. Adat antunan atau adat nanag di turutatn-ni’ adalah semata-mata suatu kebiasaan turun temurun, tanpa mengandung unsur sakral. Adat antunan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Nama sebutan / panggilan. Jujuhatn dan kekeluargaan

2. Jongko’ (tanda kepemilikan)

3. Tanda larangan (semacam rambu-rambu adat)

Nama sebutan / panggilan kekeluargaan dapat dipisahkan dalam 2 bagian :

a. Nama sebutan / panggilan jujuhan

b. Nama sebutan / panggilan kekeluargaan

Jongko dapat dikelompokan dalam 3 macam yaitu :

a. Jongko pantojok

b. Jongko pamarangan

c. Jongko poket

ADAT ISTIADAT PANGANTEN ( PERKAWINAN ) Dalam adat Dayak

  1. MIDO

MIDO yaitu proses untuk meneliti perilaku seseorang yang akan kita cintai, ini dilakukan secara diam-diam tanpa ada diketahui oleh si dia, kita meneliti tingkah laku dan lakon peringainya, apakah dia orangnya baik atau orang kurang baik, bahkan meneliti asal usul keturunan dari orang tuanya ditengah-tengah masyarakat, sebab berpengaruh pada keturunan tali darah yang akan terkontaminasi oleh tali darah seseorang yang jahat, hal ini sesuai dengan kepercayaan adat tentang adanya sanksi yang diwawriskan seperti , TULAH, BADI, UWABA, KIZAS ( KARMA ) SIAL SANGAR. Karena itu berhati-hatilah untuk meneliti pasangan hidup agar tidak terkontaminasi oleh tali darah yang tidak baik, misalnya bekas keturunan pembunuh, keturunan pencuri, keturunan rampok, keturunan penipu, keturunan preman, keturunan penyakit gila,, penyakit TBC, dan keturunan orang kawin Sakadiriatn, baparanahi, kemudian pihak laki-laki biasanya mengajukan lamaranmelalui picara karena mereka khawatir jangan samapi .......... pihak pasangan yang akan panganten itu sebelum di picaraatn, picara harus lebih dahulu menanyakan :

1. Apakah diantara kedua belah pihak masih ada hubungan kelaurga?

2. Apakah salah satu diantara kegua belah pihak masih terkait hubungan perkawinan dengan pihak lain.

Kalau salah satu diantara kedua pertanyan itu jawabannya “Ya” maka picara tidak boleh melakukan (micaraatn-nya). Sebelum menemukan kata sepakat untuk jadi panganten, pihak ahli waris kedua belah pihak sangat perlu meneliti status sosial masing-masing pihak.

  1. NYORONG PUCARA

Nyorong pucara suatu langkah awal untuk bertunangan dengan seseorang yang kita anggap baik dari hasil temuan selama MDIO, kita ngumpuratn waris untuk menugaskan seseorang pucara sebagai perantara yang dapat mengurus perkawinan, dan pada saat itu juga harus ngadaatn poe pangumpur waris sambil bausuti jauh samaknya tali darah antara dua belah pihak, selanjutnya pucara pada hari berikutnya memberitahukan bahwa pucara SIANU akan datang tolong kumpulkan waris saradangan.

  1. NARIMA PUCARA

Narima pucara dengan cara ngumpuratn waris dan saradangan, ini juga mengadakan poe Pangumpur waris narima pucara, setelah waris dan saradangan semuanya datang, pucara punmulai buka bicara dengan disertai kata papatah-papatah dan serta pantun-pantun sebagaimana layaknya orang bapintaatn, jika diterima poe waris menjadi makan poe!@ maku kata dan pucara pun masang pantang lala’ dan undang-undang pada orang bertunangan ini tidak boleh dilanggar dan disaksikan oleh semua waris dan saradangan yang hadir, barang siapa yang melanggar akan kena sanksi hukum adat Pangonengan.

  1. MAKU KATA

Ngumpulan Waris kedua kalinya kepada pihak yang meminta! (nyorong pucara) karena kedatangan pucara diterima baik oleh pihak yang mido, maku kata ini dilakukan tanda pertunangan sudah dimulai, pihak pucara harus pasang undang-undang sebagaimana pantang lala’ nya orang bertunangan, dan untuk bertunangan ini biasanya tidak boleh terlalu lama-lama, maka pada saat itu waris bersama pucara sudah dapat menentukan hari bulan yang dipakai.

Apabila telah terjalin kata sepakat diantara kedua belah pihak, maka saat turun panganten pun ditetapkan sesuai dengan perhitungan hari-bulan yang dianggap baik, namun sudah melakukan acara adat Maku Kata, jika terjadi halangan karena Meninggal Dunia keluarga dekat bkedua belah pihak, maka perkawinan dapat dibatalkan, karena pertunangan yang singalankg mati dilarang menurut adat.

Kalau kita cermati seluruh rangkaian adat panganten maka ada 3 (tiga) hal yang sangat penting yaitu :

1. Adanya picara (penghubung)

2. Adanya mufakat ahli waris, supaya disetujui atau tidak

3. Saat mulai memasuki kehidupan berumah tangga, mereka harus bersih dar ikutukan roh-roh halus.

Makanya dalam prjalanan mengarak kerumah panganten wanita maupun kerumah panganten lelaki, mereka harus jeli membaca pertanda alam baik berupa keto, kutuk dan pertanda alam lainnya, yang kesemuanya itu disebut rasi.

Oleh karena itu, setelah selesai upacara penganten, biasanya 3 hari kemudian dilaksanakan upacara adat tampung tawar.

Ada juga model panganten yang disebut tama man nasi satungkus yaitu panganten berpicara tanpa diarak, panganten laki-laki didampingi oleh picara langsung naik kerumah panganten perempuan dan upacara panganten hanya selesai setelah makan bersama.

Panganten tanpa picara disebut ” bataapi” yaitu dimana silelaki dan perempuan langsung jadi, perempuan langsung dibawa kerumah lelaki atau sebaliknya, tanpa picara, tanpa mufakat ahli waris dan tanpa diarak. Panganten semacam ini jelas dibenarkan menurut adat, oleh karena itu mereka dikenakan adat istiadat perkawinan bata’api (siam pajaji).

  1. NELE’ PINGANT

Nele’ pingant dilaksanakan apabila perkawinan sudah mau dilaksanakan pada malam pertama dilakuan dirumah tempat perkawinan dilaksanakan (katakan saja dirumah perempuan) dengan cara memadu-madu berupa daun rokok dan sejenisnya diatas satu singkap pingant dan satu buah mangkok yang telah di persiapkan sebelumnya, juka sudah cocok dan tidak jatuh berarti sudah baik pingant dan mangkok ini dipergunakan untuk sebagai pingant panganten. Kemudian semua keluarga dan page waris malam itu juga mempersiapkan semua perlengkapan untuk turunt panganten pada besok pagi hari.

  1. TURUNT PANGANTEN

Turunt panganten laki-laki berangkat menuju rumah perempuan tempat panganten dilaksanakan diantar beramai-ramai pucara dan page waris kaum kerabat dan seluruh sandai taulan ikut mengantarkan, ini lenkap membawa perlengkapan untuk berumah tangga berupa pakaian, makanan tumpi’, poe’, topongk ampa’ baras poe’ baras sunguh, kelapa, gula, kopi dan garam, senjata berupa sebilah dan satu lai payung, didalam perjalanan pucara harus jeli melihat dan mendengar pertanda alam berupa rasi atau pertanda lainnyajika ada terdengar dan melihat pertanda tadi, maka pucara mengajak semuanya istirahat sebentar melaksanakan upacara adat NOMPO’. Mengeluarkan tumpi’ poe’ untuk disampangan bapadah ka’ rasi ka’ Jubata minta siratai agar selamat ketempat tujuan dan seterusnya, kemudian perjalanan mulai dilanjutkan sampai ketempat (tempian) untuk berganti pakaian disitu biasanya agak memakan waktu yang cukup lama karena menunggu persiapan panganten sebelah perempuan sampai siap semua.

  1. PANGANTEN ATANGK

Setelah panganten laki-laki datang dirumah perempuan, pihak orang tua perempuan menerima kedatangan calon menantu dengan menyiapkan air bunga untuk mencuci kaki penganten laki-laki dikepala tangga rumah bagian depan untuk mulai masuk didalam rumah, selanjutnya bersalam-salaman dan dipersilahkan duduk ditempat pelaminan yang sudah tertata rapi sedemikian rupa, kemudian berselang sekia menit pihak penganten perempuan harus keluar dari kamar bersama-sama we’ panganten membawa topongk ampa’ didampingi beberapa orang anak gadis yang masih molek-molek ini disebut dayangk penganten langsung duduk bersama-sama penganten pada pelaminan yang sudah tersedia, acara selanjutnya basorongi topongk ampa’ sambil berlomba makan sirih dan pinang dimulai juga oleh pucara dan we’ panganten bersama dayangk panganten, kemudian acara selanjutnya makan poe’, makan nasi diatas pahar dengan makan bersama sepiring berdua basuapi’, upacara adat siam pajaji boleh dimulai dengan bapipis ka’ tangah milik selesai makan, panganten mulai bersiap-siap untuk berangkat mandi disungai dengan membawa tebang air untuk berlomba ngisinya, jika laki-laki yang dulu penuh berarti pertanda anak pertamanya laki-laki, demikian juga sebaliknya. Selesai dari mandi panganten naik kerumah langsung masuk kamar untuk ganti pakaian, setelah ganti pakaian penganten keluar lagi duduk pada tempat pelamian yang masih tersedia, kemudian acara adat siam pajaji harus diadakan penjelasan oleh pucara, selanjutnya BATAMPAH, ini merupakan acara terpenting dari seluruh acara yang lain, acara ini dipandu langsung oleh pucara beserta page waris kedua belah pihak bersama-sama memberikan patuah-patuah dan nasehat secara bergiliran yang disaksikan oleh pengurus atau ketua-ketua kampong.

  1. Setelah tiga malam masa barumungk kemudian dilaksanakan upacara adat tampungk tawar ngalapasan pantang lala’. Langsung pada hari itu juga berangkat baulangk pada rumah laki-laki dengan membawa sejumlah bekal untuk hidup berkeluarga berupa benih padi, benih sayur-sayuran, anak ayam, dan lain sebagainya, pokoknya apa kiranya yang diperlukan untuk modal rumah tangga. Jika memang rencana untuk hidupnya dirumah pihak laki-laki, karena hal ini yang paling menentukan kedua mempelai tapi jika berdasarkan kesepakatan keluarga dua belah pihak mereka hidup dirumah pihak perempuan alat-alat kehidupan dibawa dari rumah laki-laki.

  1. ADAT KALANGKAH AKA’

Sebenarnya tidak dibenarkan oleh adat, apabila ia kawin mendahului kakaknya. Apabila terjadi hal yang demikian, maka si penganten atau adiknya harus mengeluarkan adat kalangkah aka’.

Jika kawin berpicara cukup dengan adat pansio.

Jika kawin bataapi’, selain adat pansio disertai juga adat buah tangah. Dan jika ia kawin bakamar maka selain adat pansio juga adat setahil tangah.





 
Design by PHILIPUS NAHAYA | Web by PHILIPUS NAHAYA - Philipus Nahaya Themes | PHILIPUS NAHAYA