Sabtu, 02 November 2013

Upacara-upacara dalam budaya dayak ahe



Upacara sebelum perkawinan
Biasanya sebalum upacara pernikahan diadakan terlebih dahulu  pihak keluarga melakukan bahaupm ( musyawarah). Pada upacara ini calon mempelai laki-laki dan mempelai perempuan akan menentukan apakah suami ikut istri atau sebaliknya.

Upacara batalah
Yaitu upacara untuk memberi nama pada bayi yang baru lahir. Upacara ini dilakukan setelah tiga atau tujuh hari kelahiran bayi yang didahului dengan proses pemandian bayi. Apabila upacara ini dilakukan pada hari ketiga setelah kelahiran bayi. Maka upacara ini harus disertai denga penyembeliha  seekor ayam untuk selamatan. Bila upacara dilaksanakan pada hari ketujuh maka desembelih seekor babi untuk perjamuan dan balas jasa orang yang menolong selama proses kelahiran.

Upacara batenek
Upacara batenen merupakan suatu upacara melibangi telinga anak perempuan. Upacara ini dilakukan setelah anak berumur dua sampai dengan 3 tahun.

Upacara babalak
Adalah upacara penyunatan anak laki-laki dibawah usia sepuluh tahun. Upacara ini masih tetap dijalankan walaupun orang dayak masih memegang kuat kepercayaan lama. Dalam upacara ini biasanya disembelih tiga ekor babi dan dua belas ekor ayam. Bagi keluarga yang tidak mampu, perayaannya dapat digabung dengan keluarga lain yang mampu, namun harus menyumbang seekor ayam, 3 kg beras sungguh ( beras biasa) dan 3 kg beras pulut ( ketan).

Upacara adat karusakatn (
Karusakatn adalah upacraa yang berhubungan dengan  kematian. Bagi orang dayak kanayatn , orang yang meninggal harus dikuburkan paling lama satu malam setelah meninggal. Upacara kematian ini terdiri atas beberapa bagian. Yaitu :
a.       Upacraa adat basubur , yakni upacraa untuk memberi makan orang yang telah meninggal.
b.      Upacara barapus, yakni upacara yang dilakukan 3 hari setelah pemakaman untuk memberitahukan kepada orang yang meninggal bahwa ia telah meninggal.


Adat yang berkaitan dengan pertanian.
Masyarakat dayak kanayatn merupakan masyarakat yang agraris , yaitu masyarakat yang menggantungkan hiduap mereka dari hasil pertanian . sebagai ,asyarakat agraris, orang dayak kanayatn memiliki beberapa tradisi  yang berkaitan dengan siklus pertanian selama satu tahun, yang dikenal dengan adat bahuma batahutn.
Menurut aturan adat dikenal sejummlah upacara yang dilakukan pada setiap tahapan pertanian yaitu.
1.       Upacara nabo’ panyugu nagari, sebe;lum membuka suatu lahan pertanian, pertama-tama seluruh penduduk desa harus meminta ijin bersama-sama dengan cara berdoa di panyugu ( tempat ibadat/ tempat ritual) ketemenggungan. Agar doa ini terkabul maka penduduk harus bapantang ( menjalankan pantang) selama tiga hari dan tiga malam. Selama masa bapantang itu masyarakat tidak boleh bekerja, tidak makan daging, pakis, rebung, cendawan, dan keladi. Mereka juga tidak boleh mengeluarkan kata-kata kotor atau umpatan yang dapat menyebabkan bapantang itu gagal.
2.       Upacara nabo’ panyugu tahutn, upacraa ini dilakukan untuk menetapkan lokasi pertanian dengan sembahyang di panyugu untuk memohon keselamatan dan berkah yang baik. Hal ini dilakukan karena masyarakat  dayak kanayatn percaya bahwa leberhasilan ritual dapat menentukan keberhasilan panen mereka tahun ini.
3.       Kegiatan ngaratas, ngaratas merupakan kegiatan membuat jalur batas atas lahan pertanian dengan tetangga. Setelah itu barulah bahuma ( menebas) hutan sampai dengan selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan agar tidak terjadi pengambilan batas tanah ladang orang lain.
4.       Nabakng, merupakan upacara menebang pohon setelah kegiatan menebas. Setelah itu diadakan upacara baremah dengan membuat persembahan untuk jubata, agar diperbolehkan memakai lahan pertanian atau ladang yang akan digarap. Bila ada pohon besar, maka pohon tersebut tidak ditebang, melainkan hanya dikurangi cabang-cabangnya. Orang dayak  kanayatn percaya bahwa pohon besar biasanya dihinggapi burung tingkakok atau burung  berkat padi yang menjada dan menimang buah padi, sehingga pada waktu panen nanti akan mendapat padi yang baik (berisi) dan melimpah.
5.       Ngarangke’ raba’ merupakan upacara mengeringkan tebasan dan tebangan dalam beberapa waktu untuk kemudian dibakar. Sebelum dibakar dilakukan ngararaki’ yaitu membersihkan daerah sekeliling yang akan dibakan untuk pencegahan merambatnya api secara luas. Upacara ini dilakukan untuk meminta berkah pada roh pelindung sebelum pekerjaan selanjutnya dilaksanakan.
6.       Membuat solor atau jaujur, merupakan pembuatan tanda batas antara ladang milik sendiri dengan ladang tetangga agar jangan sampai terjadi kesalahpahaman  pemakaian batas tanah garapan.
7.       Upacara nunu’ merupakan upacara membakar ladang  guna membersihkan dari pohon-pohon yang telah ditebas atau ditebang.
8.       Upacara batanam padi, merupakan kegiatan menanam padi , biasanya upacraa ini terdiri adas :
a.       Ngalabuhatn, yakni upacara memulai menanam padi.
b.      Upacara ngamala lubakng tugal, upacara ini dilakukan disawah atau ladang secara intensif agar padi yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, berhasil, dan tidak diganggu hama.
c.       Upacara ngiliratn, merupakan upacara membuang/ menghanyutkan padi-padi bekas gigitan hama maupun binatang ke sungai dengan maksud membuang sial ( penyakit).

9.       Upacara ngabati, merupakan upacara yang dilaksanakan di tengah ladang pada saat hendak panen padi yang telah menguning tersebut. Upacara ini merupakan permohonan agar padi yang telah menguning tersebut tidak diganggu oleh hama tikus dan agar semua padi berisi, sehingga panen tiba hasilnya banyak.

10.   Upacara naik dango’. Upacara naik dango’ merupakan upacara inti dari beberapa tahapan upacara yang berkaitan dengan panen padi ( pesta panen). Upacara ini merupakansyukuran padi yang dilaksanakan masyarakat dayak kanayatn setiap setahun sekali pada tanggal 27 April. Pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran sdetiap kecamatan di kabupaten landak.upacara ini merupakan upacara besar yang melibatkan masyarakat dan kesenian didalamnya. Upacara adat naik dango adalah sebuah upacara untuk mengungkapkan rasa syukur kepada JUBATA (sang Pencipta) atas hasil panen padi yang  melimpah. Selain untuk bersyukur, masyarakat dayak juga memohon masyarakat dihindarkan dari bencana dan malapetaka.
Tahap pelaksanaan upacara naik dango’
a.       Sebalum hari pelaksanaan, terlebih dahulu dilakukan pelantunan mantra ( nyangahatn) yang disebut matik. Hal ini bertujuan untuk memberitahukan dan memohon restu pada jubata.
b.      Pada hari pelaksanaan dilakukan 3 kali nyangahatn :
-          Pertama di sami, bertujuan untuk memanggil jiwa atau semangat padi yang belum datang agar datang kembali kerumah adat.
-          Di baluh/langko, bertujuan untuk menggumpulkan semangat padi di tempatnya yaitu dilumbung padi.
-          Di pandarengan, bertujuan untuk berdoa untuk memberkati beras agar dapat bertahan dan tidak cepat habis.

Uskup Agung Pontianak Resmikan Gereja Santo Thomas Stasi Nahaya

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, LANDAK - Gereja Katolik Santo Thomas Stasi Nahaya di dusun Nahaya, Desa Amboyo Selatan, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak akhirnya diresmikan Minggu (21/7/2013) kemarin.
Peresmian gereja yang dibangun secara swadaya oleh umat sejak tahun 1995 dan baru rampung sekitar tahun 2000 ini ditandai dengan pemberkatan dan penerimaan Sakramen Krisma kepada 198 umat dari lingkungan Stasi Nahaya dan sekitarnya.
Perayaan Misa Kudus dipimpin Uskup Agung Pontianak, Mgr Hieronimus Bumbun OFM Cap yang didampingi oleh dua pastor yakni Jordanus Herman Ahie OFM Cap dan Hieronimus Papantro OFM Cap.

Kegiatan pemberkatan sekaligus peresmian dan penerimaan Sakramen Krisma dihadiri Wakil Bupati Landak, Ketua DPDR Kalbar, Pastor Paroki Salib Suci Ngabang beserta rombongan, OMK, Dewan Pastoral Paroki, para tokoh masyarakat, pengurus adat, umat Katolik Nahaya serta umat dari stasi-stasi seperti Sebua, Belangiran, Kota Baru, Pagung, Tarekng, Damar, Pal 6, Babar, Pal 20 dan lainnya.

Uskup Agung Pontianak, Mgr. Hieronimus Bumbun, OFM Cap disela-sela acara ramah tamah dalam rangka peresmian dan pemberkatan Gereja Katolik Santo Thomas Stasi Nahaya turut menyampaikan kegembiraannya. Ia pun menyampaikan sejumlah petuah kepada umat.

"Tanah-tanah kita (di tepi jalan besar), walau kita perlu uang tunai (cash) jangan sekali-sekali dijual pada orang lain. Jangan sampai tanah kita begitu banyak beralih ke tangan org lain. Kita harus pelihara dan olah. Sebagai penduduk kita lebih berhak memiliki, mengelola, menanganinya. Maka untuk itu kebersamaan itu sangat penting," jelas Uskup Hieronimus Bumbun. (*)
Penulis: M Arief Pramono
Editor: Arief




 
Design by PHILIPUS NAHAYA | Web by PHILIPUS NAHAYA - Philipus Nahaya Themes | PHILIPUS NAHAYA