Kamis, 31 Maret 2011

PERATURAN BINUA NAHAYA WILAYAH KETIMANGGONGAN BINUA NAHAYA PADA MUSDAT KE II

LAMPIRAN: VI PERATURAN BINUA WILAYAH

KETIMANGGONGAN

BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

TENTANG PENJELASAN

Takarant Nama Hukuman dan Nilai Bayar Adat

No

NAMA HUKUMAN

NILAI/PERINCIAN PEMBAYARAN

KETERANGAN

1

Darah Ampa’

Air Kapur Sirih ( Darah Ampa’ )

Nilai yang terendah namun makna nya yang paling tinggi

2.

Baras Banyu

Sedikit Beras dicampur dengan sedikit minyak kelapa

Adat paramponan (maaf) baik kepada manusia maupun roh-roh halus (makna religi)

3.

Kelor

Cincin kawat tembaga dan piring kecil disebut kelor

Sekelor untuk pembayaran bagi pamuang orang yang bersalah

4.

Buat Sabuah

1 Buah tempayan yang disebut tempayan sebuah (kecil)

Hampir tidak pernah dipakai kecuali untuk perdukunan.

5.

Sarakng Darah atau Pamadapm Darah

1. 1 buah piring putih.

2. 1 Ekor ayam jantan (1,5 Kg)

3. 2 Buah telur ayam kampung

Unsur religi untuk menghentikan darah waktu luka parah

6.

Tanggah

1. 4 singkap piring

2. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg)

3. 2 buah telur ayam kampung

4. Roba pelantar penyelesaian sakral

Untuk menambal peraga adat yang cacat (sempak telinga/ratas)

7.

Buat Tangah

1. 6 Singkap piring pituh

2. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg )

3. 2 buah telur ayam kampung

4. Roba pelantar penyelesaian sakral

Tuntutan jajaran

8.

Siton Kumakng

1. 6 Singkap piring pituh

2. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg )

3. 2 buah telur ayam kampung

4. Roba pelantar penyelesaian sakral

9.

10 Amas

6 singkap piring putih yang harus dibayar kurobokng

Tutup hukuman, sebagai keterangan bahwa adat telah selesai, yan diserahkan kepada Timanggong

10.

Tanung

1. 2 singkap piring putih

2. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg)

3. 2 buah telur ayam kampung

4. Roba pelantar penyelesaian sakral

Adat perdamaian yang terendah

11.

1 Tahil Tangah (1 Buah Siam)

1. 12 singkap piring putih

2. 1 ekor babi jantan (12,5 Kg)

3. 2 buah telur ayam kampung

4. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg)

5. Roba Pelantaran Biaya Penyelesaian Sakral

Hukuman pada kasus berdarah merah, berdarah putih kamarigi

12.

1 Buah Siam Menyanyi (Siam Undang-Undang Pasirah)

  1. 1 Buah tempayan menyanyi
  2. 1 ekor babi jantan
  3. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg)
  4. 2 buah telur ayam kampung
  5. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Hukuman pasirah pada setia kasus pen yelenggaraan kasus badarah putih, kamarigi ini dapat dibayar uang tidak di remeh

13.

1 buah Siam Pahar ( Hukum adat undang-undang Timanggong)

  1. 1 babak pahar (yang dinilai uang)
  2. 1 ekor babi jantan ( 20 Kg)
  3. 2 buah telur ayam kampung
  4. 1 ekor ayam jantan ( 1,5 Kg )
  5. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Hukuman Timanggong pada kasus perceraian, pembunuhan, perangkat ini dapat dibayar uang tidak di remeh

14.

3 Tahil Batanung Jalu 2 Real (20 Kg)

  1. 24 singkap prirng putih
  2. 1 ekor jalu (20 Kg)
  3. 2 buah telur ayam kampung
  4. 1 ekor ayam
  5. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Hukuman waris dua belah pihak

15.

3 Tahil 10 Amas Batanung Jalu 2 Real (20 Kg)

  1. 30 Singkap piring putih
  2. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg)
  3. 1 ekor jalu (20 Kg)
  4. 2 buah telur ayam kampung
  5. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

16.

5 Tahil 10 Amas Batanung Jalu 4 (40 Kg)

  1. Kepala pabayar Kurobokng 1 buah tempayan menyanyi
  2. 34 singkap piring putih
  3. 1 ekor ayam kampung (1,5 Kg)
  4. 1 ekor jalu jantan (40 Kg)
  5. 2 buah telur ayam kampung
  6. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Adat hukuman kasus badarah putih dan badarah merah

17.

6 tahil 10 Amas Batanung Jalu 4 real (40 Kg)

1. Kepala pabayar Kurobokng 1 buah jampa

2. 34 singkap piring putih

3. 2 buah telur ayam kampung

4. 1 ekor ayam kampung (1,5 Kg)

5. 1 ekor jalu jantan (40 Kg)

6. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Adat Hukuman kasus Makarana

18.

8 Tahil 10 Amas Batanung Jalu 4 real (40 Kg0

1. Kepala pabayar Kurobokng 1 buah jampa

2. 50 singkap piring putih

3. 2 buah telur ayam kampung

4. 1 ekor ayam kampung (1,5 Kg)

5. 1 ekor jalu jantan (40 Kg)

6. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Adat hukuman kasus makarana

19

10 tahil 10 Amas Batanung Jalu 6 Real (60 Kg)

  1. Kepala pabayar kurobokng 1 buah jampa
  2. 66 singkap piring putih
  3. 2 buah telur ayam kampung
  4. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg)
  5. 1 ekor jalu Jantan (60 Kg)
  6. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Kepala pabayar tidak dapat tebus uang.

10 amas harus dibayar piring.

Kekurangan timbangan jalu tiap Kg harus dibayar nilai uang.

20

12 Tahil 10 Amas Batanung Jalu 6 Real (60 Kg)

  1. Kepala pabayar kurobokng 1 buah jampa
  2. Katarajunan 1 buah menyanyi kurobokng
  3. 94 singkap piring putih
  4. 1 ekor ayam jantan (1,5 Kg)
  5. 2 buah telur ayam kampung
  6. 1 ekor jalu Jantan (60 Kg)
  7. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Karena takarant adat ini adalah takarant 1 raga nyawa, parangk bunuh, maka kepala pabayarnya harus kurobokng, dan diluar adat patahilant 12 tahil 10 amas. 2 raga nyawa musibah kepala pabayar termasuk 12 tahil 10 amas

21

Panguit Basi

1 buah tempayan menyanyi

Kasus Kampangk

22

Panikitn

1 buah pahar

Kasus pangamar

23

Pamabakng

  1. 1 buah jampa
  2. 1 ekor jalu jantan (40 Kg)
  3. 1 ekor ayam jantan (1,5 kg)
  4. 2 buah telur ayam kampung
  5. Roba pelantar biaya penyelesaian sakral

Kasus raga nyawa balah nyawa

Catatan : - 1 Buah Siam = 1½ Tahil

- 1tahil = 8 singkap piring putih

- Setiap buah siam harus 1 ejor jalu beratnya :

a. 5 suku = 12½ kg untuk siam jajaran

b. 6 suku = 15 kg untuk siam menyanyi, Undang-undang pasirah

c. 2 real = 20 Kg untuk siam pahar Undang-undang timanggong.

d. Jika siam kurobokng, maka jalu harus dikeluarkan .

- Setiap tahl, walaupun berapa tahil, jalunya harus dikeluarkan jalunya berbeda-beda (lihat uraian diatas).

LAMPIRAN: VII PERATURAN BINUA WILAYAH KETIMANGGONGAN

BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

NAMA DAN JENIS PPARAGA ADAT

NO

NAMA PAGARA ADAT

NILAI BESARNYA PABAYAR

KET

HIDUP

MATI

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

Tempayan Jampa

Tempayan Jarikng

Tempayan Siton

Tempayan Paluk isi 5 Kg

Tempayan Pasak Basi

Tempayan Jarup Bawakng

Tempayan Baniang

Tempayan Karokot

Tempayan Jingki

Tempayan Paluk isi 3 Kg

Tempayan Banyanyi

Tempayan Siam

Tempayan Tingkuyukng

Tempayan Jengki Laki

Gong Wayang

Gong Agukng

Gong Tatawak

Gong Babandeh

Dau Sarancak ( 8 Buah)

Lela

Badel Lantak

Pahar Oncoratn

Pahar Talam

Gong Kacanokng

Tempayan Besi

1 Lusin Piring Putih

2 tahil

10 Amas

10 Amas

10 Amas

10 Amas

10 Amas

1,5 Tahil

1,5 Tahil

2 tahil

Tangah

1,5 Tahil

2 tahil

1,5 Tahil

2 Tahil

3 Tahil

1,5 Tahil

1 tahil

10 tahil

1,5 Tahil

2 tahil

1 Tahil

1,5 Tahil

1 Tahil

1 Tahil

1 Tangah

1 Tahil Tangah

1 Tahil

Tidak ada nilai

Tidak ada nilai

Tidak ada nilai

Tidak ada nilai

Tidak ada nilai

10 Amas

10 Amas

1 tahil

Tidak Ada Nilai

10 Amas

1 Tahil

10 Amas

1 Tahil

1,5 Tahil

10 Amas

Tangah

Tidak Ada Nilai

10 Amas

1 Tahil

Tangah

10 Amas

Tangah

Tangah

Tidak Ada Nilai

1 Tahil

Keterangan :

NO

NAMA KAPALA PABAYAR

NILAI TEBUSAN JIKA DIUANGKAN

KET

ADAT MATI

ADAT MATI

1.

Jampa Kapala Pabayar

200 Singkap Piring Putih

400 Singkap Piring Putih

2.

Banyanyi Kapala Pabayar

150 Singkap piring putih

300 Singkap piring putih

3.

Pahar Kapala Pabayar

100 singkap piring putih

200 Singkap Piring putih

4.

Tempayan Tajo

200 Singkap Piring putih

400 Singkap piring putih

5.

Tempayan Paluk

20 singkap piring putih

40 Singkap piring putih

6.

Tempayan Siton

100 Singkap piring putih

200 singkap piring putih

7.

Tempayan Siam

200 singkap piring putih

400 singkap piring putih

LAMPIRAN: VIII PERATURAN BINUA WILAYAH KETIMANGGONGAN

BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

TENTANG PROSEDUR PERSIDANGAN ADAT

I. Tingkat urusan : Pangaraga

Batu urusan : 1 singkap piring putih

Jenis urusan : Diraga

Pengiring perkara : Adalah Pangaraga itu sendiri

Penjelasan : Setelah mendapat laporan dari sipenuntut, maka Pangaraga menjalankan

tugas Ngaraga kepada orang dituntut. Ia berwenang memotong dan

kemudian memberikan saran keputusan agar dapat diterima oleh kedua

belah pihak, terutama yang dituntut.

II. Tingkat urusan : Pasirah

Batu urusan : Baragup ka’ Bide sabalah

Jenis urusan : Batu ragup buat tangah kepada masing-masing pihak perkara

Pengiring perkara : Pangaraga bertindak selaku pengiring perkara, ia hanya mengantarkan

serta menjelaskan jalannya perkara.

Penjelasan : batu ragup adalah : buat tangah yang terperinci sebagai berikut :

1. 1 ekor ayam kampung lango (± 1,5 Kg)

2. 6 singkap piring putih

3. 2 buah tuluk ayam kampung

4. Palantar ditetapkan sesuai pasaran

III. Tingkat urusan : Timanggong Binua

Batu urusan : a. Barukupm (Urusan dirumah timanggong)

b. Bakalakng (urusan di Luar rumah Timanggong)

Jenis urusan : a. Batu rukupm (Siton Kumakng) masing-masing

b. Batu Kalakng (Siam Pahar kurobokng) pihak perkara

Pengiring perkara : Pangaraga, ia mengantarkan serta menjelaskan jalan perkara

Penjelasan : sebelum perkara dilaporkan kepada Timanggong, maka pangaraga harus

meminta tulakng jila berupa 1 lembar parang dan 1 singkap piring putih,

yang juga disebut bukti kekuatan perkara, kepada masing-masing pihak

perkara.

IV. Tingkat urusan : Timanggong Binua

Batu urusan : Ba-Uji atau Ba-Janyi

Jenis urusan : Siton Kumakng Kurobokng

Pengiring perkara : Pangaraga yang bertugas mengantarkan serta menjelaskan jalannya

perkara.

Penjelasan : Ba-Uji atau Ba-Janyi hanya boleh diadakan setelah diadakan kalakng

(sehabis balakng jika perkaranyatidakj putus ) raga, karena pengertian

Janyi/Uji ialah adanya suatu kepercayaan bahwa manusia dianggap tidak

mampu untuk menyelesaikan perkara tersebut, oleh sebab itu hanya

dapat diselesaikan oleh yang maha kuasa.

Jadi Uji/Janyi ialah urusan pasrah kepada keputusan yang maha kuasa.

V. Tingkat urusan : Timanggong /Ketua Dewan Adat Kecamatan

VI. Tingkat urusan : Timanggong /Ketua Dewan Kabupaten

Penjelasan (V dan VI) : Prosedurnya sama seperti di Timanggong Binua

Penjelasan : - Tingkat-tingkat urusan ini adalah dari tingkat bawah sampai

ketingkat atas. Apabila salah satu tingkat dilewati tanpa alasan yang

kuat, maka tingkat tersebut dapat menuntut adat kelangkah urusan.

- Apabila sesuatu urusan yang telah diserahkan kepada jalur lain, bukan adat, kemudian diserahkan kembali kepada adat, maka urusan tersebut dapat diurus setelah dikenakan hukuman kalangkah urusan siam pahar.

LAMPIRAN: IX PERATURAN BINUA WILAYAH KETIMANGGONGAN

BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

TENTANG

SEJARAH ADAT ISTIADAT DAN PERKEMBANGANNYA

  1. Asal Muasal Adat Istiadat

Adat istiadat berasal dari bahasa Arab yang sering kali dikaburkan pengertiannya,banyak orang yang beranggapan bahwa adat itu kebiasaan, tradisi, kebudayaan, dan ada yang beranggapan bahwa adat itu Aminisme. Betapa istilah tersebut diatas memang agak sulit kita bedakan pengertiannya antara yang satu dengan yang lain, namun apabila kita cermati secara seksama ternyata mempunyai pengertian yang berbeda pula.

۞ Adat tidaklah sama dengan kebiasaan.

۞ Adat tidaklah sama dengan tradisi.

۞ Adat tidaklah sama dengan budaya.

۞ ADAT tidaklah sama dengan Animisme.

Adat itu adalah pandangan hidup (kehidupan) karena kalau kita mengutip pendapat CECERO seorang PILSUP berkebangsaan Yunani yang hidup 2000 tahun sebelum masehi mengatakan ’’UBI SOCI ETAS IBI EUS’’ yang artinya dimana ada masyarakat di situ ada adat (pandangan hidup) hal ini ternyata harus kita akui dan membenarkan beberapa pendapat itu, karena adat itu memang mempunyai 3 kegunaan:

  1. Adat istiadat untuk perdamaian manusia dengan makhluk gaib seperti roh-roh halus, keramat air tanah, segala setan iblis, bahkan dengan Tuhan (Jubata).
  2. Adat Antunan(Aturan) untuk pedoman dalam hal melakukan semua kegiatan kerjasama manusia.
  3. Hukum adat untuk memberi sanksi dan perdamaian manusia dengan manusia, manusia dengan setan iblis, bahkan manusia dengan Tuhan(Jubata).

Oleh sebab itu maka pelaksanaannya harus berdasarkan kerukunan, kepatuhan dan keselarasan untuk menuju perdamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama, untuk menyadarkan manusia tentang tujuan, makna, dan arti hidup. Mana kala kita berbicara tentang adat secara krolologis kita juga harus bermula dari tentang adanya masyarakat. Seperti cerita Nek Balungkur karena ia sakit hati kepada Jubata berladang tidak mendapatkan padi, maka ia sendiri memutuskan untuk mengembara mau mencari Jubata, ia ingin marah kepada Jubata, tetapi ditengah pengembaraannya Nek Balungkur bertemu dengan seorang tua yang pekerjaannya sama seperti Nek Balungkur, dan orang tua itu menyarankan agar NEK Balungkur bermalam dan menginap dirumahnya untuk belajar adat istiadat bahuma batahunt karena ingin tahu adat bahuma batahunt, Nek Balungkur memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan menginap di rumah orang tua itu, sambil bertanya tentang bagaimana caranya adat bahuma batahunt, oleh orang tua itu besok harinya Nek Balungkur diajak bersama-sama keladang untuk membuat perlengkapan adat baremah nabo! uma, setelah nabo! Uma,dan atas saran orang tua itu, Nek Balungkur membatal kan niatnya untuk menemui Jubata dan iapun pulang kerumahnya, sesampai dirumahnya ternyata istri Nek Balungkur cerita tentang kehilangan ayam, telur dan lain-lain, lalu Nek Balungkur memutuskan untuk pergi keladang ternyata ladang-ladang yang dilaksanakan adat nabo!uma adalah kepunyaan Nek Balungkur sendiri, akhirnya Nek balungkur menyadari orang yang bertemu dengannya itu adalah Jubata yang sedang ia cari.

Kemudian ia tetap melaksanakan adat Nabo! Uma pada setiap musim sesuai dengan apa yang pernah ia terima sarat bahuma batahutn dari orang tua itu, dan hasil panennya melimpah ruah, tentu saja masyarakat sekitarnya heran melihat perkembangan hidup Nek Balungkur dari sesoran yang miskin menjadi karya sugih, maka masyarakat pun menirudab belajar untuk mengikuti kegiatan upacara kegiatan nabo!uma dan telah menjadi kebiasaaan sejak zamannya anak cucu bahkan sampai sekarang, upcara adat nabo! Uma tetap dipertahankan keberadaanya dan ini disebut adat istiadat bahuma batahutn

Dari cerita Nek Balungkur di atas tadi,ternyata adat itu adalah kehidupan (pandangan hidup) apa lagi waktu melakukan upcara dilengkapi dengan segala persembahan dan kurban yang di sajikan begitu lengkap dan tepat yang di persiapkn begitu indahseperti bambu yang di raut dengan rapi yang di sebut PABAYAO mempunyai nilai seni dan budaya snhinga nampak indah dan menarik di sertai pula penyampaian Doa PNYANGAHANT bahasa yang di lantumkan begitu lanjar tampa teks ini sangat patut dan pantas sebagai sarana untuk memohon berkat dan rejeki serta besyukur kepada jubata Nek Pajaji ( Tuhan) kerna adat itu mengandung nilai sakral. Kebiasaan yang telah mentradisi disana sini mempunyai nilai yang positif dan ini berdasarkan krolologis terjadinya adat itu merupakan pandangan hidup (kehidupan) bagi/masyarakat yang pertama mendiami bumi nin. Maka adat itu adalah bawaan bukan pemberian.

  1. Hakikat adat istiadat

Setelah kita menelusuri lebih jauh tentang hakikat adat, akirtnya dapat ditarik seuatu kesimpulan ,bahwa adat merupakan budaya asal nenek moyang kita yang mirip dengan agama hindu, dan telah berkontaminasi oleh ajaran kristen ataupun islam . Hal ini memang dapat di terima akal , karena pada jaman raja-raja berkuasa di indonesia agama hindu memang sangat dominan , dan stelah itu masuklah pengaruh agama islam dan agama kristen padajaman pemerinyahan Hindia Belanda. Hampir semua bentuk dan jenis adat pada dasarnya berorintasi pada kesejateraan dan keselamatan hidup di dunia. Sedikit sekali, bahkan hampir sama sekali tidak menyentuh tentang keselamata jiwa disurga. Kalaupun ada, hal ini telah dipengaruhi oleh ajaran agama kristen atau islam. Pendapat diatas diperkuat berdasarkan DOA panyagahant yaitu: .......”Minta baraseh salamat batubuh ringang-basengant lanu’-basukat- panyank -mulakngi’ pasaratn-ampa nyenok ai’ nyenok karasik –ahe dicinta samua dapat-kaya raya-bapadi nginsi’i pati-baju putih –batinih padi lama-baru ‘padi baru-babaras bangam-baguang nginisi’i pati bajalu sakumakang lati-bamanok sasinge aur , iatn nang dipinta dipulih ka’kita ‘pama...jubata (Ne’pajaji) kadang kali kita pernah mendengar sang panyangahant dalam doa nya menyebut “subayatn”, tetapi subayatn tidaklah dsapat diartikan ahirat surgar. Kata subayan mulai dikenal dari cerita Nek Baruakng dimana dalam perjalanan mengembara ia KAWIN DENGAN SEORANG GADIS YANG SANGAT CANTIK BERNAMA Nek Si Putih Penara Surabayn, dan dari hasil perkawinannya itu lahirlah segala jenis rasi seperti sooh, keto, kutuk dll. Dengan demikian, subayatn dapat di artikan sebagai negeri tempat tinggal roh-roh halus yang suka ngarere’-ngalimat menggoda, merayu manusia jadi hampir tidak ada menyentuh kehidupan diakhirat, karena menurut pandangan adat, akhirat itu tempat yang suci baraseh tidak ada kesalahan dan noda dosa diakhirat tempat yang abadi, karena menurut pandangan adat perbuatan baik dan jahat semua akibatnya diterima didunai seperti pepatah mengatakan. Gajah mati ninggalkan gading, harimau mati niaggalkan belang, kalau orangnya berbuat baik, dirinya dan keturunan tali darahnya juga akan menerima kebaikan. Kalau dianya suka berbuat kejahatan dirinya dan keturunan tali darahnya akan menerima kejahatan juga, ini semua diwariskan kepada anak bahkan sampai kepada cucu dan cicit, maka kalau orang melakukan kejahatan membunuh, ini akibat sial sengsaranya sampai 7 (tujuh) keturunan. Oleh sebab itu adat berprinsip orang baik itu sering melakukan yang baik, walaupun dai mendapat kelebihan sedikit ini dikatakan kaya. Tapi yang namanya orang jahat tidak pernah berbuat untuk orang lain selain menguntungkan dirinya sendiri apalagi kalau memang dianya sudah terkontaminasioleh tali darah orang jahat keturunannya, penipu, perampok, pembunuh, preman pekerjaan usaha yang dipilihnya pasti sifatnya berdiri diatas kesusahan dan pendaritaan orang lain. Dia tetap bisa jadi orang kaya tetapi tidak menjadi orang baik, anak cucu keturunan tali darahnya akan menerima badi, tulah dan kizas balasan perbuatan yang dilakukan oleh orang tuanya itu.

  1. Penjelmaan Hidup Kembali atau Reinkarnasi

Meskipun kita telah berkesimpulan berdasarkjan doa penyangahatn bahwea adat pada dasarnya berorientasi kepada hal-hal duniawi, namun apabila kita cermati dengan seksama ternyata ajaran adat sangat mengutamakan dan memprioritaskan hal-hal yang baik seperti salingmengasihi, tidak boleh melakukan kejahatan bahkan keseimbangan batin harus dijaga. Ajaran adat mengenai adanya tulah, sangar dan kicas atau karma, pantang pamali. Adat percaya adanya oenjelman hidup baru setelah kematian, maka baik buruknya penjelmaan kehidupan baru itu sangat bergantung pada baik buruknya perilaku manusia selama hidupnya, pendapat tentang penjelmaan hidup baru dalam baka ini ( reinkarnase) sebagaimana dapat kita simak dari kata-kata atau pesan terhadap orang mati. Dalam pesan tersebut diatas memang tidak jelas, apakan penjelmaan hidup baru itu selain menjadi binatang atau menjadi roh yang baik menempati tempat-tempat keramat (Biat, Pama). Bisa juga menjelma kembali menjadi manusia dalam bentuk baru. Terlepas dari pesan-pesa tersebut diatas, menurut kepercayaan adat penjelmaan hidup kembali menjadi manbusia baru memang dapat kita yakini. Untuk membenarkan pendapat diatas, maka kalau orang yang meninggal dunia dia orang yang sudah cukuo tua dan perbuatan semasa hidupnya tergolong orang baik , dia kaya sugih bukan kaya harta dianya dianggap menjadi Pama menadji roh-roh baik menjadi keramat yang dapat memberikan keselamatan dan berkat terhadap kehidupan anak cucu tali darahnya. Kalau dianya orang tua perbuatannya tidak baik, misalnya pembunuh, perampok, suka dengki dengan kehidupan orang lainyang sejalan dengan cara hidupnya dan lain sebagainya. Ini dianggap dianya menjadi roh-roh jahat, menjadi pengacau pengaru, menjadi Baho Kadoko ka’uma, ka’ tahutn jadi setan iblis, sering menganggu kehidupan manusia termasuk kehidupan anak cucu tali darahnya. kalau dianya anak-anak yang belum pernah berbuat apa-apa ini bisa juga menjelma hidup kembali menjadi manusia dalam bentuk baru ini dapat diyakini oleh beberapa contoh dalam masyarakat adat , mereka memberi tanda kapur atau kunyit dibagian dahi anak yang baru meninggal, itu setelah beberapa tahun kemudian lahirlah seorang anak dilingkungan keluarga dekat pasti mempunyai tanda berupa tai lalat pada bagian yang diberi tanda itu, sedangkan hal ini belum pernah dilakukan pada orang dewasa , alasannya karena orang dewasa selama hidupnya sudah terkontaminasi oleh perbuatan yang kurang baik namun demikian berdasarkan keyakinan bahwa perbuatan baik itu bisa juga menjelma masuk kepada manusia lain kalau dia juga tergolong orang baik misalnya dia mendapatkan kedudukan ditengah masyarakat jadi pemimpin organisasi, jadi pemimpinperusahaan bahkan menjadi pemimpin negara, pemimpin agama, melioner, dan lain sebagainya sebagai pokoknya menjadi orang terkemuka.

  1. Latar Belakang Adat Istiadat

Munculnya zaman adat pada Nimrod oleh Cecero seorang yang berkebangsaan Yunani yaitu disaat pembangunan Menara Tujuh pada saat itu terjadi dimana Jubata mengacaubalaukan bahasa, banyak manusia menjadi beraneka ragam bahasa, hal ini dapat dilihat sejarah dimana ada manusia disitu ada adat yang berbeda-beda. Adat adalah budaya dan kebudayaan yang diturunkan oleh nenek moyang kita sejak turun temurun adalah pandangan hidup dimana ada kehidupan, dengan demikian definisi kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar bersama keseluruhan dari budi dan karyanya itu, ada tiga wujud nyata adat :

1. Wujud adat itu sebagai satu komplek dari ide-ide, gagasan-gagasan norma-norma dan peraturan-peraturan.

2. Wujud adat itu sebagai satu komplek aktivitas kemampuan pola pikir manusia dalam masyarakat

3. Wujud adat itu sebagai benda-benda yang terbuat dari berbagai bentuk bahan untuk manusia berhubungan dengan jubata sebagai hasil karya manusia.

  1. Dasar Munculnya Suatu Adat Istiadat

Munculnya suatu adat dikarenakan oleh tiga unsur perkembangan diri manusia :

1. Cipta, bersangkutan dengan akal dan rasio yang benar atau salah bersifat kenyataan.

2. Rasa, ini menimbulkan “Rasa Seni” atau kesenian dalam hal ini untuk menilai suatu karya yang indah atau tidak indah.

3. Karsa, ini berkenaan dengan penilaian sesuatu yang baik dan tidak baik, disaping itu juga dipengaruhi oleh tiga perubahan :

۞ Budaya Modern, budaya modern sudah pada tingkat kemajuan yang serba canggih , ini didominasi oleh negara Amerika dan Eropa.

۞ Budaya Midle Modern, budaya yang masih menduduki fase transisi budaya dalam fase midle modern ini terjadi di negara-negara uyang sudah berkembang.

۞ Budaya kolot, biasanya budaya ini kurang mau memperhatikan budaya modern maupun midle modern, budaya dalam konteks ini selalu berusaha mempertahankan tradisi lama tidak mau mengikuti perkembangan zaman dan kaidfah –kaidah dalam budaya negara-negara maju maupun negara yang sdedang berkembang.

  1. Adat dalam Kehidupan Beragama dan Pancasila

Adat harus dibawa dan dilayanan kepada manusia dalam keadaan yang sangat kongkrit sebagaimana adanya. Setiap orang mempunyai pola dan wujud hidupnya. Sangat mustahil memisahkan seseorang dari adat kalau memang seseorang itu mau sadar akan jati dirinya, tetapi bagaimana keadaan kongkrit itu seharusnya dilihat, apakah mungkin terjadi hubungan baik antara adat dan agama tanpa ada benturan, haruskah adat dibuang atau adakah unsur-unsur adat itu yang tidak dapat diterima oleh agama tentu tidak ada asalkan orang-orang agama tiu mau memahami tentag kehidupan adat, soal ini tergantung pada individu masing-masing masyarakat, dan ini harus mendapat perhatian yang mendalam dan sungguh-sungguh sebab sangat erat kaitannya dengan cara hidup masyarakat luas, kemudian metode apa yang harus dipakai dalam pelaksanaan pengembangan adat yang jauh ditinggalkan oleh agama, tentu kita mau menoleh kebelakang untuk meneliti cara hidup nenek moyang kita, dia dapat hidup dengan bersatu padu untuk menghadapi kehidupan yang begitu sulit. Agama dan pancasila belum ada, tetepi mereka mampu membuat peraturan-peraturan baik untuk mengatur kehidupan yang lebih sempurna disamping memikirkan metode itu juga harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman agar kehidupan modern.

  1. Transformasi kebudayaan

Ini adalah suatu perubahan yang mau tidak mau harus kita ikuti karen ini perubahan dari yang lama mengikuti yang baru, tetapi kita juga salah penafsiran lalu karena ini semua baru yang lama semuanya tidak dipakai, karena budaya adat itu adalah pandamgan hidup bukan dia, pemberian dari orang lain adalah budaya bawaan dari leluhur kita. Adat istiadat terdiri dari bermacam-macam adat yang perlu dipertahankan dan dijaga kelestariannya dengan memberikan sangksi bagi siapa saja yang melanggar atau merusaknya. Sanksi yang diberikan adalah hukum adat yang menampaikan pagarnya adat. Dengan demikian kronologi terjadinya adat secara skematis adalah sebagai berikut masyarakat-perilaku-kebiasan-tradisi-budaya-adat-adat-istiadat dan ukum adat.

  1. Zaman-Zaman Perubahan (Reformasi)

Apabila kita meneliti sejarah adat pada zaman orde lama sampai pada orde baru, maka ternyata penyabaran adat terhadap generasi muda hampir tidak terdapat karena generasi hanya diberi pengetahuan tentang teknologi modern agama, dan pancasila, dengan segala konsekoensinya adalah demikian meningkat dan mengikat perhatian, sehingga adat kurang diperhatikan, apalagi kalau masyarakatnya memeluk agama kristen adat itu dikatakan menyembah berhala, kafir, animisme, tidak akan diterima olah masyarakat modern. Padahal adat itu sangat membantu didalam sistem kehidupan dunia, karena adat mempunyai sengsi moral, mempunyai sangsi malu, badi, tulah dan kicas (karma) pada zaman Reformasi dan pemikiran lembaga ada untuk masyarakat semua generasi muda ada untuk mulai berubah sedikit-demi sedikit untuk mengenal kehidupan sejati nenek moyang kita dan dapat langsung mempraktekkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari, sebab tanpa adat, agama dan pancasila tidak akan berarti bagi manusia, karena adat 90% berorientasi pada kehidupan duniawi dan pancasila 80% kehidupan duniawi sedangkan agama 50% duniawi, dengan demikian kemungkinan-kemungkinan baru menjadi terbuka untuk membawa kehidupan adat kepada orang-orang yang belum mau kembali untuk memahaminya. Jadi, tujuan perkembangan adat lintas agama, ialah masyarakat atau persekutuan orang-orang yang percaya dan setai kepada adat yang menjadai penyejuk orang-orang yang berasal dari kristen masyarakat adat, secara khusus adalah masyarakat yang beragama kristen, tujuan adat lintas agama adalah penanaman sikap atau dapat diperkembangkannya adat dalam lingkungan masyarakat yang beragama, haruslah ditekankan bahwa melalui adat lisan. Agama kita dapat selamat dari dunia sampai akhirat, karena itu agama adalah perwujudan adat barangkali merupakan kesimpulan terbaik dalam sikap ini, oleh sebab itu gerakan lembaga adat tidak tertarik dengan tingginya jumlah penganut agama, jika didalamnya penghayatan terhadap adat tidak diperhatikan. Apabila kalau kita bicara tentang dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, ini jelas sekali keindahan-keindahan yang terdapat dalam kebiasaan-kebiasaan khusus suatu komunitas serta bentuk-bentuk prilakunya ini memang peran yang penting dalam kehidupan masyarakat serta banyak bentuk pelayanan yang dilakukan oleh lembaga adat seperti organisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Aliansi Masyarakat Adat (AMA), Yayasan Pengingu Binua (YPB), Persekutuan Komunikasi Masyarakat Adat Kabupaten Landak (PAKAT) dan lain sebagainya.

II. JENIS-JENIS ADAT ISTIADAT

Sesuai dengan makna hakekatnya, adat dapat di bagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu adat kepercayaan dan adat kebiasaan atau adat antunan. Adat kepercayaan ialah adat yang dalam implementasinya mengandung unsur religi yang bersifat sakral sedangkan adat kebiasaan ialah adat yang dilakukan semata-mata atas dasar kebiasaan.

Adat kepercayaan terdiri dari : (ka’ kaidupatn)

· Adat ka’ paridup, ialah adat istiadat yang dilakukan sehubungan dengan perihal kehidupan seseorang sepanjang hidupnya (seumur).

· Adat ka’ matian, ialah adat yang dilakukan sehubungan dengan hal kematian seseorang dari sejak ia meninggal hingga 3 tahun setelah ia meninggal.

· Adat kamaliatn, berasal dari kata amali’ yang dapat diartikan sebagai suatu larangan sekaligus sanksi. Larangan dan sanksi ini bersifat mistik dan psychologis. Hebungan antara amali’ (larangan dan sanksi ini dapat disamakan seperti hubungan sebab dan akibat namun tetap bersifat mistik dan psychologis karena tidak diterima akal atau logis.

a. Adat Ka’ Kaidupatn

Dari sekian banyak yang tergolong adat ka’ kidupatn diantaranya adalah :

1. Adat ngaladakng buntikng

Adat ngaladakng buntikng biasanya dilakukan terhadap buntikng manusia dan buntikng padi. Tetapi yang dimaksud disini adalah adalah buntikng manusia, atau ngaladakng buntikng manusia.

Ngaladakng buntikng dilakukan hanya tergadao seseorang perempuan yang hamil pertama biasanya setelah hamilnya berjalan sekitar 3 bulan. Ngaladakng buntikng dimaksudkan untuk keselamatan ibu dan anak pada saat melahirkan nanti. Karena arti kata ngaladakng inilah membersihkan atau menyiangi, jadi seolah-olah buntikng itu sudah dibersihkan, sudah steril dari pada segala gangguan/hambatan .

2. Adat Batalah

Usia kandungan biadsanya 9 bulan sepuluh hari atau kadang-kadang 7 bulan sepuluh hari.

Diluar kebiasaan ini, kandungan itu dianggap kurang sempurna, sehingga kadangkala berakibat kepada keadaan fisik anak.

Pada saat melahirkan, didepan rumah disebelah kiri / kanan tangga, dipasang tanda melahirkan. Jika anak laki-laki maka tanda dipasang disebelah kanan tangga dan apabila perempuan dipasang disebelah kiri tangga. Tembuninya ditanam (dikuburkan) didalam tempurung kelapa yang ditutup juga dengan tempurung kelapa, disekitar atau dekat tanah tersebut. Dengan demikian orang dapat mengetahui bahwa dirumah tersebut ada orang yang baru melahirkan dan bahkan dapat diketahui jenis kelaminnya. Tujuh hari setelah melahirkan diadakan upacara adat batalah, yaitu untuk memberikan sebuah nama kepada si anak, sekaligus pada hari itu juga ia telah dibolehkan keluar rumah. Karena selama ia belum batalah, selama itu pula si ibu tidak boleh keluar rumah,(saat-saat ITU SI IBU DINYATAKAN DALAM KEADAAN BARUMUKNG).

Jika dalam keadaan terpaksa karena disebabkan sesuatu hal, mungkin belum punya segala peersiapan, terpaksa masa barumukngnya harus diperpanjang, si ibu boleh keluar rumah dengan didahului dengan adat pengarus baras banyu supaya tidak jukat dsb.

Batalah biasanya dilakukan dengan persembahan ayam saja, tetapi ada pula sementara oranng yang memakai peeersembahan babi (batalah man manok atau batalah dengan jalu ).

Tetapi kedua-duanya tidak mengurangi arti hanya sesuai kebiasaan yang diikuti oleh keturunan dalam keluarga mereka.

3. Adat Bapacar

Bapacar adalah sesuatu bentuk tanps dibarengi denga upacara adat. Bapacar biasanya dilakukan oleh perempuan pada saat ia telah mulai menginjak usia dewasa, biasanya setelah ia terkena canar kain datang kotor (haid).

Pada adalah nama sejenis tanaman dimana daunnya dapat menberi warna merah pada kuku, sehingga artinya memberi warna merah kepada kuku oleh anak perempuan yang baru menyinjak usia dewasa.

4. Adat Babalak (basunat) :

Seorang laki-laki yang sudah menginjak usia dewasa wajib disunat, sebagai tanda bahwa ia sudah dewasa. Apabila sunat dilaksanakan terhadap 2 (dua) orang kakak-beradik, maka mereka harus ditambah 1 (satu) orang lagi dari anak orang lain sebagai “ngantarai” kakak-beradik tersebut. Upacara babalak biasanya dilaksanakan bertepatan dengan roah tahutn, yaitu suatu upacara adat ngalapasatn tahutn seseorang dari keluarga yang bersangkutan, itulah ada yang disebut roah ka’ balak dan roah ka’ tahutn yang akan dilapasatn, babalak tetap dapat dilaksanakan, yang disebut roah balak.

5. Adat Gawe

Pengertian gawe hampir sama dengan roah. Hanya gawe lebih banyak cakupannya dari pada roah, misalnya orang bisa menyebutkan gawe totoknh atau gawe panka’, tetapi kurang tepat jika orang bisa menyebutkan roah totokng atau roah pangka’. Tetapi kadangkala pengertiannya sama seperti gawe tahutn (ngalapasatn tahutn) ada pula menyebutnya roah tahutn.

Dengan demikian, gawe lebih besar dari pada roah adalah merupakan bagian dari pada gawe. Gawe dapat dibagi dalam beberap jenis yaitu :

1. Gawe Nyapet

2. Gawe dua laki bini :

a. Ngalajuk

b. Ngalame

c. Najur

3. Kalangkeng :

a. Bula (hanya pakai ayam)

b. Spet (pakai jalu)

c. Sinopo (pakai jalu 2 ekor)

d. Tukukng (pakai jalu 2-4 ekor)

Semua gawe ngalanjk, ngalame’ najur dan gawe (kaleng) bila di lakukan sebelum mereka punya anak.Tetapi kalekng sapet, kalekng sinopo sebelum mereka beranak 2 (dua).

Setelah beranak 3 (tiga) keatas semuanya pada dasarnya adalah termasuk gawe dua laki bini.

Perbedaan antara gawe dan roah adalah:

Roah : Acara dimulai dengan ka’ panyugu maba urakng tuha, bapalantar dan langsung ditaruh diatas papanokng. Paginya dibuat pabanihan ditengah sami’ dan ditengah bilik. Isi pabanihan itu : beras sungguh 1 pahar, beras poe’m poe’penangaretatn dll.

Sedangkan gawe bisa langsung jadi, tanpa harus bapabanihan dan ka’panyuguterlebih dahulu. Ada 2 (dua) jenis roah yaitu: roah matahatn dan roah babah. Roah matahatn ialah: roah seperti yang telah dijelaskan diatas didahului ka,panyugu ngango’urang tuha,berpangokngdan pamanihan dan persembahanya dengan babi,sedangkan roah babah ialah roah tampa ka’panyugu,papaokngdan pembanihan dan persembahannya cukup hanya ayam saja.contoh roah babah misalnya makan nasi setelah diperam (tumpuk) tuainnya selama 3 hariatau berapa hari dan upacara dan persembahan cukup dengan ayam beberapa ayam saja.

6. Ngalapasaatn sinsangi atau ngalaosatn molot

Sinsangi ialah suatu permohonan doa kepada jubatayang disertai janji doa itu terkabul akan di adakan persembahan kurban berupa ayam atau pun babi, tergantung dari pernyataan sinsanginya. Misalnya : kalau (panen saya berhasil/ namu padai-kalau istri melahirkan dengan selamat-dsb), aku bersinsangi munuh jalu atau munuh manok dll. Sinsangi adalah suatu janji kepada Jubata yang harus dilaksanakan yang disebut ngalapasatn molot, sebab apabila tidak di laksanakan mereka menanggung sanksi psykologis, akan tertimpa suatu petaka. Sinsangi boleh dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang seperti misalnya satu kampung. Basisangi tentang kesehatan ataupun tentang hasil panen.

7. Adat Mendirikan Rumah (Batumuk)

Mendirikan rumahpun harus ada adatnya, yang disebut adat batumuk. Supaya rumah yang didirikan itu nantinya dapat membawa keberuntungan / rejeki, membawa kesejukan, penghuninya tidak sakit-sakitan dan lain-lain.

8. Adat Ngangkat Arakng

Adat ngangkat arakng dilaksanakan setelah 3 hari kebakaran maksudnya supaya setan/iblis jangan lagi menganggu, dan segala harta yang ludes terbakar, kembali berlipat ganda.

9. Adat Babalak

Gawi babalak di sampingan ka ! dango jadi hal ini dapat di lakukan apabila sudah melakukan gawai dua laki bini.

10. Adat Istiadat Lain-lain

LAMPIRAN: X PERATURAN BINUA WILAYAH KETIMANGGONGAN

BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

ADAT ISTIADAT KA’UMA KA TAHUTN (ADAT KA’PATAHUNAN)

Adat ka’patahunan ialah semua bentuk adat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pertanian bersawah dan berladang, yaitu :

a. Nabo’ panyugu babatak ngawah (telah ditetapkan tanggal 20 Mei)

Bapadah ka’ urang tuha (memberitahu kepada Pama, Jubata) akan dimulainya mengerjakan ladang yang akan didahului dengan cara ngawah dan dimaksudkan pula agar dapat dimulai dengan serentak, untuk mengurangi bahaya serangan pipit, limpango ataupun tikus.

b. Ngawah

Ngawah dapat juga diartikan sebagai mato’ tanah dan baburukng , mato’ dimaksudkan untuk mohon perkenan jubata untuk meladanginya dan baburukng ialah untuk mendengarkan pertanda alam melalui suara burung seperti keto, buria, kutuk, sooh dll, yang kesemuanya disebut rasi. Apabila pertanda alam sepertinya tidak memberatkan atau morokng, maka penebasan ladang dapat diteruskan.

c. Babatak Nabakng : ialah suatu upacara adat yang diadakan sebelum nebang pohon-pohon besar diladang dimaksudkan adalah untuk keselamatan para penebang agar jangan terjadi kecelakaan ditimpa kayu dan sebagainya.

d.

e. Ngarapat Lubakng tugal : morok suatu adat istiadat pertama menanam buah

Ialah suatu upacara adat setelah 3 hari habis nugal, maksudnya supya lobang bekas tugalan itu “tertutup” rapat, tidak dimakan oleh burung tekukur dll, dengan demikian dimaksudkan agar padinya tidak popor, dan dapat tumbuh semuanya.

f. Nabo’ uma (Ngiliratn panyakit padi)

Upacara adat ini biasanya dilakukan pada saat padi sedang dirumput dan telah mendapat ditetapkan MUSBIN yaitu tanggal 7 November setiap tahun. Maksudnya agar semua penyakit/hama padi diberangkatkan (disuruh pergi) agar tidak menganggu sawah/ladang.

g. Ngalajuk

Ngalajuk ialah upacara adat yang diadakan beberapa lama setelah ngarapat lubakng tugal, tatkala padi mudah tumbuh, mulai munga tepo’ maksudnya agar padi tumbuh dengan baik dan subur.

h. Nurutni

Nurutni’ : ialah upacara adat yang diadakan beberapa saat sebelum mulai panen padi baru (sumpalah tahutn) diladang. Maksudnya agar padi yang sedang panen diberkati oleh jubata. Anyiannya na’baginsit (tidak terlalu cepat habis panen). Persembahannya cukup dengan telur.

i. Ngiliratn antu apat :

Ialah upacara adat yang diadakan pada saat masih sedang mengetam padi diladang (masih panen) maksudnya untuk mengusir (disuruh pulang) antu apat yaitu semacam roh jahat menyebabkan paceklik. Dengan demikian mereka terlepas dari belengu paceklik. Ngiliratn antu apat telah ditetapkan oleh MUS-BIN tanggal 17 februari setiap tahun.

j. Muungk

Muungk ialah upacara adat yang diadakan pada saat seseorang membutuhkan pertolongan untuk panen padi sawah /ladang. Biasanya muungk dilakukan apabila seseorang yang mempunyai sawah/ladang yang cukup luas sehingga perlu dibantu untuk panennya, atau memang ada pamolotatn atau singsangi/baniat, untuk muungk, Muungk dibantu oleh masyarakat seisi kampung. Bahkan bisa juga melibatkan masyarakat diluar kampungnya sendiri. Jadi, muungk adalah sejenis gotong royang untuk panen padi yang disertai dengan upacara adat.

k. Bentuk gotong-royong lainnya:

Bentuk gotong royong lainnya tanpa disertai dengan upacara adat yakni : maranggi, nyurukng gare’, nyurunkkg timako, maraweng. Mereka tidak dibayar upahnya, hanya diberi makan dengan memotong babi. Dan lain-lain, mungkin masih banyak lagi yang belum terpakar, karena tiap-tiap binua mungkin ada yang berbeda.

l. Muat langko dan niduratn padi :

Untuk memudahkan penjemuran padi pada musim panen, maka orang mendirikan tempat penjemuran untuk mengeringkan padi yang disebut langko (langkau). Setelah padi selesai dipanen dan padi dilangko sudah cukup kering maka padi didlam langko dipindahkan kedalam dango dan inilah yang disebut “muat langko”. Penyimpanan padi didalam dango disebut “niduratn padi”. Muat langko dan niduratn padi dilakukan dengan upacara adat. Sejak saat niduratn padi, pdi didalam dango tidak boleh diambil sebelum diadakan upacara adat naik dango.

m. Naik Dango :

Naik dango adalah suatu upacara adat yang diadakan pada saat sebelum mencedok padi didalam dango, setelah padi ditidurkan kedalam dango beberapa lamannya dimaksudkan agar padi yang sedang tidur didalam dango jangan terganggu, karena telah kita perlakukan dengan hormat yang ditandai dengan adanya upacara adat. Apabila perakuan kita terhadap padi tidak hormat (ramong) maka padi tidak akan betah tinggal didalam dango, akibatnya hasil panen tahun depan akan mengalami kegagalan.

Bersama dengan naik dango itu beberapa persembahan dapat dilakukan pula yaitu:

1. Persembahan didalam dango, dapat diartikan sebagai ungkapan ras syukur mohon berkat atas hasil panen yang diperoleh dan supaya tahun depan panennya dapat memuaskan lagi.

2. Persembahan diruang depan (ka’ sami’) untuk minta rejeki kepada jubata.

3. Perembahan ditengah bilik, untuk minta kesehatan keluarga.

4. Persembahan ditempat menyimpan beras yang akan dimasak setiap hari (ka’ pabarasan), untuk supaya makanan yangb kita santap setiap hari membawa berkat dan menjadi kesehatan.

5. Persembahan dikandang babi’ (ka’ padulangan) supaya babi yang dipelihara sehat, tidk diserang penyakit dan dapat berkembang biak seperti doa panyangahtn: “Bajalu sakumakng lati”.

6. Persembahan dikandang ayam (Sado manok) maksudnya sama seperti di padulangan, seperti doa panyangahatn : “Bamanok sasige aur”.

Upacara adat naik dango ditetapkan oleh Dewan Adat yaitu setiap tanggal 27 April.

n. Lala’ nagari :

Lala’ nagari adalah suatu upacara adat yang diadakan di panyugu nagari, oleh sebab itu disebut lala’ nagari. Sore harinya setelah di panyugu diadakan lala’ (pantangan) selama 3 hari. Ini dapat diartikan sebagai suatu persiapan mental dan fisik untuk menghadapi pertahunan baru, memberitahu sekaligus memohon kepada jubata untuk diberikan kesehatan dan dapat mengerjakan sawah /ladangnya dengan baik serta mohon penyertaan Jubata. Roh-roh halus juga sering menganggu siklus upacara adat petahun ke panyugu ini dilanjutkan dengan nabo’ panyugu babatak ngawah sebagaimana yang telah di uraikan terdahulu. Dari sekian banyak upacara adat yang berkaitan dengan pertahunan ini, masih banyak lagi upacara adat lainnya yang tidak diuraikan disini, yang sifatnya sangat ansidentil sesuai keperluan perorangan.

1. Naik ka’ panyugu bapadah ngawah tanggal 20 mei setiap tahun

2. Naik ka’ panyugu bapadah nugal tanggal 25 Agustus setiap tahunnya

3. Muntat lubakng tugal tanggal 6 Nopember setiap tahunnya

4. Ngiliratn panyakit padi ka’ pangiliratn tanggal 7 Nopember setiap tahunnya

5. Balala’ ka’ uma 1 hari tanggal 8 Nopember setiap tahunnya

6. Naik ka’ panyugu ngincakng bohol tanggal 25 Pebruari setiap tahunnya

7. Ngiliratn antu apat ampa somekng ka’ pangiliratn tanggal 26 Pebruari setiap tahunnya

8. Balala’ bahanyi ka’ uma 1 hari tanggal 27 Pebruari setiap tahunnya mulai hari bapangka gasikng tanggal 27 Pebruari setiap tahunnya

9. Roah naik dango pada bulan April dan Mei setiap tahunnya. Membersihkan kuburan tanggal 10 Mei setiap tahunnya

10. Balala Kampokng baremah ka’ pantulak tanggal 24 Mei setiap tahunnya. Bepergian kerumah tetangga dll. Pantang nagari ini hanya 1 hari batas waktu balala sampai jam 5 sore hari.

11. Tanda lala kampokng pasang Banjang disetiap jalan menuju kampokng (ujukng, pungka’ maraga).

12. Melanggar lala’ kampokng :

- Darah ampa untuk bacalek bagi yang masuk kampokng.

- Buat tangah (bagi yang keluar, turun tanah) adatnya diselesaikan di pantulak di panyugu.

13. Tangungk panyugu, kampokng, subur, jalan (adatnya buat tangah).

o. Hari bulan pertahunan

Bulan ke Januari s/d Desember dalam tahun

1. Segol = Tampe Jam = 06.48

2. Eraf = Tampe Jam = 07.36

3. Duduk Lima = Tampe Jam = 08.24

4. Lima 1 = Tampe Jam = 09.12

5. Lima 2 = Tampe Jam = 10.00

6. Kala Kaatn Lima = Tampe Jam = 10.48

7. Ngahalu = Tampe Jam =11.36

8. Kadakng = Tampe Jam =12.24

9. Duduk Dia = Tampe Jam = 13.12

10. Kala Kaatn Dua = Tampe Jam =14.00

11. Pauh = Tampe Jam =14.48

12. Kalakaatn Pauh = Tampe Jam =15.36

13. Kira = Tampe Jam = 16.24

14. Bujakng = Tampe Jam =17.12

15. Aya = Tampe Jam = 18.00

16. Ngaluakng = Tampe Jam = 18.48

17. Riripant = Tampe Jam = 19.36

18. Pauh = Tampe Jam = 20.248

19. Kalakaatn Pauh = Tampe Jam = 21.12

20. Duduk Dua = Tampe Jam = 22.00

21. Kalakaatn Dua = Tampe Jam = 22.48

22. Kadakng = Tampe Jam =23.36

23. Tungul = Tampe Jam = 24.44

24. Duduk Lima = Tampe Jam = 01.12

25. Lima 1 = Tampe Jam = 02.00

26. Lima 2 = Tampe Jam = 02.48

27. Kalakaatn Lima = Tampe Jam = 03.36

28. Kalalah Idup = Tampe Jam = 04.24

29. Kalalah Mati = Tampe Jam = 05.12

30. Kabat = Tampe Jam = 06.00

p. Bintang Patahunan

1. Bintang Pangadak ( 7 Biji ) : Tarabit Jam 02.00 tanda dah boleh membakar ladang ( 7 Biji ) antara

jam 12.00 s/d 14.00 Siang.

2. Bintang Ra’akng : Tarabit Jam 01.00 tanda dag boleh membakar ladang antara

jam 13.00 s/d 14.00.

3. Bintang Pati : Tarabit Jam 24.00 Tanda dah boleh Membekar ladang antara

jam 14.00 s/d 15.00.

q. Bulan Patahunan

1. Nyarujuk

2. Kakasatn

3. Tarajutn

4. Ngalaba

5. Nele Bintang

6. Pintu Dango

7. Tumakng Baluh

8. Duduk Lasukng

9. Jendela

10. Kabat Pingakng

11. Ruruh Pante

12. Gantung Sanuk

LAMPIRAN: XI PERATURAN BINUA WILAYAH KETIMANGGONGAN

BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

TENTANG

ADAT ISTIADAT PANGANTEN ( PERKAWINAN )

  1. MIDO

MIDO yaitu proses untuk meneliti perilaku seseorang yang akan kita cintai, ini dilakukan secara diam-diam tanpa ada diketahui oleh si dia, kita meneliti tingkah laku dan lakon peringainya, apakah dia orangnya baik atau orang kurang baik, bahkan meneliti asal usul keturunan dari orang tuanya ditengah-tengah masyarakat, sebab berpengaruh pada keturunan tali darah yang akan terkontaminasi oleh tali darah seseorang yang jahat, hal ini sesuai dengan kepercayaan adat tentang adanya sanksi yang diwawriskan seperti , TULAH, BADI, UWABA, KIZAS ( KARMA ) SIAL SANGAR. Karena itu berhati-hatilah untuk meneliti pasangan hidup agar tidak terkontaminasi oleh tali darah yang tidak baik, misalnya bekas keturunan pembunuh, keturunan pencuri, keturunan rampok, keturunan penipu, keturunan preman, keturunan penyakit gila,, penyakit TBC, dan keturunan orang kawin Sakadiriatn, baparanahi, kemudian pihak laki-laki biasanya mengajukan lamaranmelalui picara karena mereka khawatir jangan samapi .......... pihak pasangan yang akan panganten itu sebelum di picaraatn, picara harus lebih dahulu menanyakan :

1. Apakah diantara kedua belah pihak masih ada hubungan kelaurga?

2. Apakah salah satu diantara kegua belah pihak masih terkait hubungan perkawinan dengan pihak lain.

Kalau salah satu diantara kedua pertanyan itu jawabannya “Ya” maka picara tidak boleh melakukan (micaraatn-nya). Sebelum menemukan kata sepakat untuk jadi panganten, pihak ahli waris kedua belah pihak sangat perlu meneliti status sosial masing-masing pihak.

  1. NYORONG PUCARA

Nyorong pucara suatu langkah awal untuk bertunangan dengan seseorang yang kita anggap baik dari hasil temuan selama MDIO, kita ngumpuratn waris untuk menugaskan seseorang pucara sebagai perantara yang dapat mengurus perkawinan, dan pada saat itu juga harus ngadaatn poe pangumpur waris sambil bausuti jauh samaknya tali darah antara dua belah pihak, selanjutnya pucara pada hari berikutnya memberitahukan bahwa pucara SIANU akan datang tolong kumpulkan waris saradangan.

  1. NARIMA PUCARA

Narima pucara dengan cara ngumpuratn waris dan saradangan, ini juga mengadakan poe Pangumpur waris narima pucara, setelah waris dan saradangan semuanya datang, pucara punmulai buka bicara dengan disertai kata papatah-papatah dan serta pantun-pantun sebagaimana layaknya orang bapintaatn, jika diterima poe waris menjadi makan poe!@ maku kata dan pucara pun masang pantang lala’ dan undang-undang pada orang bertunangan ini tidak boleh dilanggar dan disaksikan oleh semua waris dan saradangan yang hadir, barang siapa yang melanggar akan kena sanksi hukum adat Pangonengan.

  1. MAKU KATA

Ngumpulan Waris kedua kalinya kepada pihak yang meminta! (nyorong pucara) karena kedatangan pucara diterima baik oleh pihak yang mido, maku kata ini dilakukan tanda pertunangan sudah dimulai, pihak pucara harus pasang undang-undang sebagaimana pantang lala’ nya orang bertunangan, dan untuk bertunangan ini biasanya tidak boleh terlalu lama-lama, maka pada saat itu waris bersama pucara sudah dapat menentukan hari bulan yang dipakai.

Apabila telah terjalin kata sepakat diantara kedua belah pihak, maka saat turun panganten pun ditetapkan sesuai dengan perhitungan hari-bulan yang dianggap baik, namun sudah melakukan acara adat Maku Kata, jika terjadi halangan karena Meninggal Dunia keluarga dekat bkedua belah pihak, maka perkawinan dapat dibatalkan, karena pertunangan yang singalankg mati dilarang menurut adat.

Kalau kita cermati seluruh rangkaian adat panganten maka ada 3 (tiga) hal yang sangat penting yaitu :

1. Adanya picara (penghubung)

2. Adanya mufakat ahli waris, supaya disetujui atau tidak

3. Saat mulai memasuki kehidupan berumah tangga, mereka harus bersih dar ikutukan roh-roh halus.

Makanya dalam prjalanan mengarak kerumah panganten wanita maupun kerumah panganten lelaki, mereka harus jeli membaca pertanda alam baik berupa keto, kutuk dan pertanda alam lainnya, yang kesemuanya itu disebut rasi.

Oleh karena itu, setelah selesai upacara penganten, biasanya 3 hari kemudian dilaksanakan upacara adat tampung tawar.

Ada juga model panganten yang disebut tama man nasi satungkus yaitu panganten berpicara tanpa diarak, panganten laki-laki didampingi oleh picara langsung naik kerumah panganten perempuan dan upacara panganten hanya selesai setelah makan bersama.

Panganten tanpa picara disebut ” bataapi” yaitu dimana silelaki dan perempuan langsung jadi, perempuan langsung dibawa kerumah lelaki atau sebaliknya, tanpa picara, tanpa mufakat ahli waris dan tanpa diarak. Panganten semacam ini jelas dibenarkan menurut adat, oleh karena itu mereka dikenakan adat istiadat perkawinan bata’api (siam pajaji).

  1. NELE’ PINGANT

Nele’ pingant dilaksanakan apabila perkawinan sudah mau dilaksanakan pada malam pertama dilakuan dirumah tempat perkawinan dilaksanakan (katakan saja dirumah perempuan) dengan cara memadu-madu berupa daun rokok dan sejenisnya diatas satu singkap pingant dan satu buah mangkok yang telah di persiapkan sebelumnya, juka sudah cocok dan tidak jatuh berarti sudah baik pingant dan mangkok ini dipergunakan untuk sebagai pingant panganten. Kemudian semua keluarga dan page waris malam itu juga mempersiapkan semua perlengkapan untuk turunt panganten pada besok pagi hari.

  1. TURUNT PANGANTEN

Turunt panganten laki-laki berangkat menuju rumah perempuan tempat panganten dilaksanakan diantar beramai-ramai pucara dan page waris kaum kerabat dan seluruh sandai taulan ikut mengantarkan, ini lenkap membawa perlengkapan untuk berumah tangga berupa pakaian, makanan tumpi’, poe’, topongk ampa’ baras poe’ baras sunguh, kelapa, gula, kopi dan garam, senjata berupa sebilah dan satu lai payung, didalam perjalanan pucara harus jeli melihat dan mendengar pertanda alam berupa rasi atau pertanda lainnyajika ada terdengar dan melihat pertanda tadi, maka pucara mengajak semuanya istirahat sebentar melaksanakan upacara adat NOMPO’. Mengeluarkan tumpi’ poe’ untuk disampangan bapadah ka’ rasi ka’ Jubata minta siratai agar selamat ketempat tujuan dan seterusnya, kemudian perjalanan mulai dilanjutkan sampai ketempat (tempian) untuk berganti pakaian disitu biasanya agak memakan waktu yang cukup lama karena menunggu persiapan panganten sebelah perempuan sampai siap semua.

  1. PANGANTEN ATANGK

Setelah panganten laki-laki datang dirumah perempuan, pihak orang tua perempuan menerima kedatangan calon menantu dengan menyiapkan air bunga untuk mencuci kaki penganten laki-laki dikepala tangga rumah bagian depan untuk mulai masuk didalam rumah, selanjutnya bersalam-salaman dan dipersilahkan duduk ditempat pelaminan yang sudah tertata rapi sedemikian rupa, kemudian berselang sekia menit pihak penganten perempuan harus keluar dari kamar bersama-sama we’ panganten membawa topongk ampa’ didampingi beberapa orang anak gadis yang masih molek-molek ini disebut dayangk penganten langsung duduk bersama-sama penganten pada pelaminan yang sudah tersedia, acara selanjutnya basorongi topongk ampa’ sambil berlomba makan sirih dan pinang dimulai juga oleh pucara dan we’ panganten bersama dayangk panganten, kemudian acara selanjutnya makan poe’, makan nasi diatas pahar dengan makan bersama sepiring berdua basuapi’, upacara adat siam pajaji boleh dimulai dengan bapipis ka’ tangah milik selesai makan, panganten mulai bersiap-siap untuk berangkat mandi disungai dengan membawa tebang air untuk berlomba ngisinya, jika laki-laki yang dulu penuh berarti pertanda anak pertamanya laki-laki, demikian juga sebaliknya. Selesai dari mandi panganten naik kerumah langsung masuk kamar untuk ganti pakaian, setelah ganti pakaian penganten keluar lagi duduk pada tempat pelamian yang masih tersedia, kemudian acara adat siam pajaji harus diadakan penjelasan oleh pucara, selanjutnya BATAMPAH, ini merupakan acara terpenting dari seluruh acara yang lain, acara ini dipandu langsung oleh pucara beserta page waris kedua belah pihak bersama-sama memberikan patuah-patuah dan nasehat secara bergiliran yang disaksikan oleh pengurus atau ketua-ketua kampong.

  1. Setelah tiga malam masa barumungk kemudian dilaksanakan upacara adat tampungk tawar ngalapasan pantang lala’. Langsung pada hari itu juga berangkat baulangk pada rumah laki-laki dengan membawa sejumlah bekal untuk hidup berkeluarga berupa benih padi, benih sayur-sayuran, anak ayam, dan lain sebagainya, pokoknya apa kiranya yang diperlukan untuk modal rumah tangga. Jika memang rencana untuk hidupnya dirumah pihak laki-laki, karena hal ini yang paling menentukan kedua mempelai tapi jika berdasarkan kesepakatan keluarga dua belah pihak mereka hidup dirumah pihak perempuan alat-alat kehidupan dibawa dari rumah laki-laki.

  1. ADAT KALANGKAH AKA’

Sebenarnya tidak dibenarkan oleh adat, apabila ia kawin mendahului kakaknya. Apabila terjadi hal yang demikian, maka si penganten atau adiknya harus mengeluarkan adat kalangkah aka’.

Jika kawin berpicara cukup dengan adat pansio.

Jika kawin bataapi’, selain adat pansio disertai juga adat buah tangah. Dan jika ia kawin bakamar maka selain adat pansio juga adat setahil tangah.

LAMPIRAN : XII PERATURAN BINUA WILAYAH KETIMANGGONGAN

BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

TENTANG

ADAT ISTIADAT KAMATIANT

1. Adat Istiadat Memandikan Jenazah

a. Disediakan air yang sudah dimasak dicampur dengan air dingin diberi sedikit bunga-bugaan, daun pandan, langir badak dan disiapkan sabun.

b. Setelah dimandikan disiapkan 1 stel pakaian lengkap serba putih dipasang pada badan simati seperti biasa kemudian di baringkan keruang serambi lurus kakinya ke arah pintu keluar kemudian dibungkus dengan kain kapan (kain putih).

c. Setelah itu disiapkan 1 babak pahar untuk tempat makanan simati berupa nasi, sayur, air dll dan 1 buah peti (tas) tempat pakaian yang pernah dipakai semasa masih hidup ini ditaruh disamping jenazah ini tanda memberikan kepadanya untuk dibawa ke alam baka tempat suci baraseh.

2. Adat Istiadat Nau

a. 1 ekor babi laki sebelum dibuang bulunya diambil dulu dari jungur sampai telinga, ekor dan kuku kakinya dengan cara diturih kulitnya.

b. 2 ekor ayam masing-masing diambil sayap, kepala dan kaki sebelah kanan. Kesemuaini dibawa di kuburan (tanda memberi simati). Seluruh anggota keluarga yang datang menyiapkan keperluan pati jenazah, tambak, dan persiapan lainnya 1 buah tempayan paluk dan peralatan pekerjaan yang pernah ia miliki untuk dibawa kekuburan.

c. Jika yang sedang keturunan yang mempunyai kedudukan ditengah-tengah masyarakat ianya supaya dibuatkan untuk seorang laki-laki ini dibuat sanung/ baegamangk selama 3 hari berturut-turut setelah jenazah dimakamkan sampai kepada adat muang abu.

d. Adat istiadat membuat pangkalan atau baegamangk (1 hari 1 ekor ayam) disediakan juga makanan yang agak mewah, jangan sampai lapar orang yang bekerja, karena menaruh pandangan adat kemewahan yang dilakukan pada saat mempersiapkan keperluan orangmeninggal, ini langsung ditempatkan ditempat suci baraseh (di bait pama)

e. Sedangkan kalau yang meninggal setiap perempuan, dia dibuatkan pangkalat dan harus dibuat pada saat jenazah belum dimakamkan dengan perlengkapan seperti huruf c diatas pembuatannya hanya 1 hari.

3. Adat Istiadat Nurutant Jenazah

Jenazah dimasukan didalam alokng (peti) semua anaknya dipersilahkan untuk melangkahi jenazah masing-masing 7 kali anggota keluarga lainnya menyiapkan 1 tombak, 2 payung, 3 dompo untuk dibawa oleh orang yang terdepan membunyikan gong dan membunyikan letusan senapan (bedil)memecahkan tambangk air tadi dibawa juga dikuburan untuk dipasangkan sebagai suda sebanyak 7 biji di keliling kuburan.

4. Adat Istiadat Sampai Di Kuburan

Sebelum masukan pati jenazah, lubang lahat dipasang sau, dengan dompo yang dibawa dari rumah ditambah dengan longke untuk rabun dikuburan, setelah petidimasukan dilapisi lobang didirikan sebatang kayu kecil untuk lobang panyaru sumangat semua anggota keluarga yang ikut menyiapkan di kuburan dan membagi-bagikan semua makanan yang disiapkan untuk simati kepada semua keluarga yang telah dikuburkan terlebih dahulu ditempat ini.

Pangurukng sumangat dilaksanakan setelah selesai penimbusan tanah kuburan, salah satu seorang menyampaikan pesan-pesan kepada almarhum dengan terlebih dahulu nigapm (menepuk) tanah sebanyak 7 kali. Setelah pesan-pesan selesai dibagikan pangurukng sumangat berupa daun yang dilepetan tersebut supaya tidak rere’ (dipengaruhhi) oleh roh almarhum dan sumangatnya masuk kedalam tubuhnya masing-masing (lepetan daun disisipkan ketelinga).

Saat acara pangurukng sumangat dikuburkan, si pembawa pesan mulai menigapm ( menepuk ) tanah pada bagian kepala sebanyak 7 kali seraya mengatakan kata-kata sebagai berikut : “asa-dua-talu-ampat-lima-anam-tujuh.................duhani kao sianu(disebutkan namanya) a-iatn aku masatnnia kao, kao dah pulakng ka’ nagari binua asalnyu, man jodo bagiatnnyu-janji man ne’ nangenyu. Kao batikar tanah- bakubu amutn – babantal urat – barapi janyahakng, bajalatn kao baik-baik- ame kao ngeba’ nganan, tanui ne’ nangenyu, ame kao ngalit, ame kao taap surabekng ka’ jukut urakng – pamare’ kami dah cukup ka’ kao, nang ada kao tantuatn – nang nana’ ame’ kao gago’i, kao urajng nang di pamaluatn, urakng nang pagalar pangurangtakng, ame kao jadi ganye – jadi ular – jadi tikus – jadi ampe’-ampe’ – ame kao jadi baho ka’ uma ka’ tahutn. Kao jadi biat – jadi pama – tangahi’ anak ucu’nyu - kampong halaman – binua nagari kami. Didiatn kao tamui da’ sainu (disebutkan sanak keluarganya yang dikuburkan disitu) – ame kita na’ bapaduliatn.

Iatn pasatn kami dah cukup ka’ kao sianu’a – kao dah pulakng ka binua nagari asalnyu – man jodo bagiatnnyu – ame kao ngarere ngalimat kami. Kurs... sumangat kami – pulakng ka’tubuh ka’ karokngnya – ame rere’ man urakng mati”.

5. Adat Istiadat Pulang dari kuburan.

a. Pulang dari kuburan langsung mandi di sungai air bunga lengkap dengan balangir babadak, sebelum naik rumah basau’ barabun dengan daun longke daun mentawa dal lain-lain. Karena menurut adat kuburanadalah tempat yang kotor nang ece.

b. Sesampai dirumah mereka yang ikut menguburkan boleh mandi dahulu, kemudian selesai mandi mereka kumpul kembali dirumah duka, dan diadakan upacara “panetekng” untuk nyaru (memanggil) sumangat kemungkinan sudah ada yang rere’ dengan roh almarhum. Setelah selesai adat Panetekng dilanjutkan dengan acara makan, barulah diadakan acara becece’ mati sebagaimana yang telah diuraikan.

c. Ai’ Balik :

Dipelantaran (pante) dipasang ai’ balik yang terdiri dari abu yang ditaruh diatas sobokng, kemudian didalam piring dan ditutup dengan pangayak. Sedangkan diujung pante dibuat tanga antu, yang tepaknya terbalik. Kesemuanya ini dimaksudkan untukmenyadarkan roh almarhum bahwa ia sudah berada dialam lain (sudah mati) tatkala ia melihat bayangannya didalam air yang ditutup pangayak. Abu dalam sobokng maksudnya supaya bekasnampak dan dapat diketahui bahwa ia betul-betul datang kembali.

6. Adat Istiadat Bacece’ Mati

a. Adat Bacece’ mati diadakan dirumah yang meninggal pada setelah makan sore (malam) dengan takarant adat buah pacak 10 amas dengan rincian sebagai berikut :

1 buah mangkok + paku untuk ngago’ (lihat berapa cabang yang menanggil orang)

1 singkap pingant + paku untuk nglulut ( memandikan 0

1 singkap pingant + paku untuk nang bakayu (pati jenazah + tambak)

1 singkap pingant + paku untuk nang mikul (membawa peti jenazah)

1 singkap pingant + paku +1 1 lembar parang panumbah tanah untuk gali lobang kuburan dan natak bantal kaintonotn.

1 buah mangkok + lonekng manok + paku untuk badango

Yang menerima pingant dan mangkok tidak harus dibawa tapi hanya dipegang dan paku hanya digigit sebagai pangkaras, terkecuali mati bangkak, mati tara, diburut, mati baranak, mati ngotori memang harus dibawa.

b. Pertanyaan dari masyarakat mengawali sebab kematian, apa ada penyebab lain selain jodo janji bakalahi, baancam, mati man jodoh janjinya, mati suci baraseh nana, bajangkang baraba, mati balangir babadak.

c. Pertanyaan kedua tantang persengketaan utangk piutangk, kedalam pertanyaan ini supaya jelas, kalau ada simati berutangk atau ada orang lain yang barutangk pada simati ini harus dibicarakan dalam tempo 3 hari sampai 7 hari, dan harus diketahui oleh masyarakat, sampai juga pada pembagian harta benda simati yang kembalinya kepada siapa-siapa, ini supaya diketahui oleh waris dan pengurus. Seandainya pada saat itu ada yang belum sempat hadir, masih diberikan kesempatan 3 hari kemudian yaitu pada saat upacara adat muangi abu. Tikar-kubu’ atau bisa juga setelah 7 hari setelah diadakan upacara adat basuayak. Pangajuan utang piutang setelah itu, tidak dibenarkan. Pertanyan ketiga apakah tahutnnya ada ditantuant (akan dilaksanakan upacara adat ngalapasatn tahutn, setelah 3 tahutn). Jika tidak ada dilaksanakan, cukup diadakan berapus setelah 7 hari. Pertanyaan keempat yaitu mengenai keadaan tubuh, jika yang meninggal suaminya, kebetulan istri almarhum masih dalam usia produktif yang di tanyakan apakah isteri almarhum dalam keadaan hamil atau tidak kotor, atau baru habis kena kotor. Pertanyaan kelima mengenai tanggung jawab nantuant, ngiringkant, anak-anak almarhum. Waris dua belah pihak masing-masing menangkupkan tangan diatas kepala anak-anak, tanda bersedia membantu pada saat di perlukan.

Kemudian diadakan adat “kalangkah tikar” oleh isteri almarhum berupaya uang katip di taruh diatas piring kecil, diterima oleh dua madi ”ene” (sepupu dua kaki) almarhum. Kalangkah tikar dikeluarkan oleh isteri almarhum yang masih berusia produktif, artinya mohon persetujuan ahli waris, jika ada suatu isteri almarhum mendapat jodih, asal saja perlu bermufakat dengan ahli waris almarhum terlebih dahulu, jika perjodohan itu masih dalam kurun waktu 3 tahn atau sebelum ngalapasatn tahutn. Kalau perjodohan itu tidak dimufakatkan dengan ahli waris, maka ia dapat dapat dikenakan adat “parangkat antu” atau parangkat mati. Akan tetapi walaupun telah mufakat dengan ahli waris almarhum, ia dapat dikenakan adat “pampalit ai” mata.

7. Adat Istiadat Malahi

Apabila simati meninggal “ningalatn tahutn” artinya masih dalam musim patahunan artinya dari batas mulai nugal padi hingga sebelum lepas panen, maka diadakan balahatn ditengah uma yaitu sebagai malaki’ (memberikan bagian padanya). Karna itu telah merupakan bagiannya dfipagar dengan bambu yang dibelahl, cukup diberi alat-alat ka’ uma seperti tarinak, topokng pamanih dsb.

8. Adat stiadat Muangi Tikar Kubu (Ngabu).

Upacara adat ini dilakukan setelah 3 hari ia dikuburkan, dimaksudkan agar roh almarhum tidak lagi mengingat-ngingat segala pakaian sudah diserahkan kepadanya(muangi/dibuang) adalah istilah yang juga agar roh almarhum tidak menganggu keluarganya yang masih hidup, mungkin karena dia (rohnya) dataang untuk meminta pakaiannya.

9. Adat Istiadat Basuayak (bnarapus).

Basuayak adalah suatu adat yang dilakukan 7 hari setelah ia meninggal. Maksudnya adalah untuk memisahkan roh almarhum dengan keluarganya yang masih hidup, agar rohnya tidak mempengaruhi, ngarere’ ataupun ngalimat keluarganya.

Hal ini dilakukan apabila ada tanda-tanda, ataupun perasaan bahwa rohnya masih “dirasakan” sering datang.

Hari ketujuh ini, jika digunakan untuk basuayak, bisa juga digunakan untuk berapus, yaitu suatu upacara adat yang diadakan apabila ada ngalapasatn tahutn tidak akan dilaksanakan, namun beban perasaannya tidak ada lagi.

10. Adat Istiadat Ngalapasatn Tahutn

Ngalapasatn tahutn upacara adat yang dilaksanakan setelah 3 tahutn almarhum meninggal. Bias juga dilakukan sebelum 3 tahutn ngalapasatn tahutn. Setelah itu pada masa-masa almarhum dengan keluarga sudah diangap habis (selesai).

11. Adat Istiadat Makam Panyugu

Walaupun hubungan roh sudah dianggap selesai setelah diadakan upacara adat ngalapasatn tahutn, namun ada pula semacam kebiasaan dalam masyarakat untuk tetap menghormati almarhum dengan mengadakan persembahan dikuburan (makam) almarhum.

Hal ini dilakukan karena mereka anggap penjelmanya sebagai biat pama yang dapat melindungi dan memberikan rejeki kepada anak cucunya. Mungkin saja selama hidupnya almarhum adalah seorang yang baik seorang pagalar ataupun dianggap seorang yang sangat bijaksana dan banyak ilmunya. Karena kuburan itu dibersihkan dan dihormati pada saat tertentu untuk persembahan / bapinta, makanya disebut makam panyugu.

LAMPIRAN : XIII ADAT PERATURAN BINUA WILAYAH KETIMANGGONGAN BINUA NAHAYA MUSDAT KE II

TENTANG

ADAT ANTUNAN ATURAN DAN KAAMALIANT

1. Aturan Ka’ Tumpuk Ka’ Radakng yang boleh dilakukan

- Ngarumaya

- Nyumpah Mangkabo

- Narikatn Pangotekng / Pangiang

- Nyusun Ongotn Ka’ maraga / Ka’ halaman

- Rumah Kosong sampai 2 (tiga) bulan

- Nyongkok, Nikal, Makukuh batang buah

- Membawa senjata tajam dikeramaian

- Narikatn Uwi / Buluh / Anyang

- Bakalahi Maki Misih tanpa alasan

- Anak-anak bermain dijalan umum

- Nyeok macul nungkalak

- Nyahan Iso nana basarakng / nyampidankng

2. Adat Aturan Ka’ Saka Ka’ Maraga yang tidak boleh dilakukan

- Ngarumaya

- Natak Ongotn

- Nyongko, Ngawah Ngadap Ka’ Maraga

- Nyokok Nyarungkakng batakng kayu

- Malape magar maraga.

3. Aturan Sopan Santun

- Berjumpa dengan orang lain supaya disapa dengan prinsip orang tua dihormati, anak-anak disayangi.

- Jika lewat orang lain sedang duduk dan ngomong-ngomong ,maka kita lewat menundukkan badan sambil mendangkupkan jari sepulug berkata “Lalu De’e Boh”.

- Jangan meludah didepan orang banyak.

- Nguma pasugi, subur man timawakng, nyalar dan nunu pararoatn, balahatn, jarami (nunu abut-abut).

4. Adat Aturan ka’ Jahat ka’ Engkar.

Oleh masyarakat adat kampikng sekalipun pihak keluarga siapa yang memperdulikannya atua menolongnya, dihukum adat sesuai dengan peraturan yang ada.

Sampai 3 tahun dia tetap ingkar dan jahat dapat diusir oleh seluruh masyarakat dan pengurus kampokng.

5. Adat Aturan Ka’ Ikan Sunge Ka’ Dano.

- Nga’ go ikan tidak boleh megunakan tuba, nyetrum, numbar pokat dan megunakan pokat harimau.

- Kalau mau nyamah ba ajakatn ame makatn nyobo,harus bajakatn seperti berburu, ngalati,ngulikng,napak,nyamah dan lain-lain.

- Air hak binua (1). sabua teluk raden s/d koala sabua,(2). punyara atokng taras, atokng malamo,atokng pasa ajok dan dano udak,(3). Ampala (teluk saer s/d koala ampala (4). sidaging (teluk mampongo s/d koala,(5). paluntan (teluk toreng s/d samoko (6). Dano sidagong, dano samoko, dano jangkuran,silambu mansu,pulai tujuh.

6. Adat Aturan ka’ subur ka’panyugu tempat-tempat keramat.

- Batas lokasi kuburan harus dibuat supaya tidak bebas.

- Kuburan harus dibersihkan setiap tamggal 10 nopember setiap tahunnya.

- Kuburan tidak boleh diladangi (dilebur).

- Kuburan tidak boleh disalar api baik disengaja maupun tidak disengaja ini perlu dijaga bersama.

7. Adat Aturan Ka’ Batas Ka’ Wilayah.

- Kalau mau memasuki batas ,wilayah, tempat usaha, pekerjaan, orang lain terlebih dahulu memberi tahu kepada nyang bersangkutan atau pemiliknya, sebagai basa. Kalau tidak kita dianggap tidak sopan (nana’nauan ka’adat kaaturan), (nana baradat ).dapat disanksi hukum adat.

- Kalau bekerja, mau berusaha,mau bertempat tinggal dari binua A binua B kita harus melaporkan diri terlebih dahulu kepada pengurus kampokng tersebut dan taat segala adat aturan yang berlaku.

- Kalau pindah ke kampokng lain harus mengeluarkan adat istiadat nampak narangkatn ka’jubata ka’ pajaji,adat naik rumah 1.siam.

- Kalau mengarap tanah udas (tanah adat palaya’pasaroh) yang dapat menjadi milik peribadi hanya luas yang dibeberapa yang diluarnya tetap hak bersama masyarakat penduduk setempat.

- Pada kampokng yang ditinggalkan membongkar rumah lama harus mengeluarkan adat.adat parungkat dapur.hukum adat nomor 59.

- Jika membuat kuburan baru harus mengeluarkan adat panubah tanah (lihat hukum adat nomor 54)

8. Adat Antunan :

Adat Antunan ialah perilaku masyarakat yang telah menjadi kebiasaan yang dianggap baik kemudian diikuti (diturutatn-ni’) oleh generasi penerusnya. Adat antunan atau adat nanag di turutatn-ni’ adalah semata-mata suatu kebiasaan turun temurun, tanpa mengandung unsur sakral. Adat antunan dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Nama sebutan / panggilan. Jujuhatn dan kekeluargaan

2. Jongko’ (tanda kepemilikan)

3. Tanda larangan (semacam rambu-rambu adat)

Nama sebutan / panggilan kekeluargaan dapat dipisahkan dalam 2 bagian :

a. Nama sebutan / panggilan jujuhan

b. Nama sebutan / panggilan kekeluargaan

Jongko dapat dikelompokan dalam 3 macam yaitu :

a. Jongko pantojok

b. Jongko pamarangan

c. Jongko poket

9. Nama Sebutan / pangilan jujuhantn :

Nama sebutan / panggilan jujuhatn menurut garis lurus dihitung sampai dengan 7 keturunan yaitu :

Anak – Ucu – Uyut – Engke’ – Uyam – Cicit – Ama’

Sedangkan nama sebutan / panggilan jujuhatn menurut garis samping dihitung sampai dengan 9 turunan yaitu :

a. Seet pusat / sekandung disebut sebagai samadiatn.

b. Sakadiriatn / sepupu sekali disebut sebagai kamar kapala.

c. Dua Madi’ Ene / sepupu dua kali disebut sebagai waris.

d. Dua Madi’ Ene’ Saket disebut sebagai waris.

e. Saket disebut sebagai waris.

f. Saket dantar disebut sebagai waris.

g. Dantar disebut sebagai waris.

h. Dantar Page disebut sebagai waris.

i. Page disebut sebagai waris.

Dua madi’ ene’ disebut juga sebagai ahli waris kuat, karena yang disebut waris adalah bermula dari dua madi’ ene’, jadi pada jajaran inilah yang mengepalai ahli waris, karena dia terdepan.

Dari urutan / jajaran 1 sampai dengan urutan / jajaran 9 sebutannya dirangkum menjadi “page samadiatn”. Urutan jajaran diatas No. 9 disebut “dah baurangan” artinya jika terjadi perkawinan, mereka tidak dapat dikenakan adat sama sekali. Sedangkan sampai dengan ke 9 jika perkawinan setidaknya mereka harus dikenakan adat pangarumpakng dan /atau pangurus.

12. Nama Sebutan / Panggilan Kekeluargaan :

Sebutan dan panggilan sehari-hari diantara sanak saudara atau secara kekeluargaan misalnya :

a. Seorang ayah / ibu memanggil anaknya biasanya dengan panggilan “nak” atau langsung dipanggil dengan nama kecil / nama kesayangannya yaitu “toh / otoh” untuk anak laki-laki dan “kek / ukek” untuk anak perempuan, tetapi tidak dipanggil “de” (sebutan yang salah).

b. Seorang anak memanggl ayah / ibunya biasanya dengan panggilan “pa’ / we’”.

Demikian pula jika orang lain yang memanggilnya, biasanya dengan panggilan “We’ sianu” atau “pa’ sianu”, kata sianu’ disini berarti anaknya yang paling tua (pertama).

c. Seorang isteri memanggil suaminya atau sebaliknya, biasanya dengan panggilan “pa’ sianu’” atau “we’ sianu’”. Dewasa ini telah terjadi dan bahkan telah terbiasa menggunakan panggilan yang salah yaitu “pa’ atau “ma’, panggilan yang tepat dan benar juga adalah pa’ otoh atau pa’ ukek.

d. Seorang menantu terhadap mertuanya biasanya dengan panggilan datuk laki atau datuk bini, dalam hal ini menantunya laki-laki. Jika menantunya perempan maka panggilan yang benar adalah tua’ laki atau terhadap mertua laki-laki dan tua’ bini terhadap mertua perempuan dan memanggil we’ terhadap mertua perempuan. Ini adalah panggilan yang salah menurut adat.

e. Panggilan terhadap adik dari ayah / ibu kita adalah pauda’ sedangkan terhadap ayah dari ayah / ibu kitaadalah pa’ tuha. Jika adik/kakak (seorang wanita) dari ayah / ibu kita maka panggilan yang cocok nauda’ atau antuha. Tetapi panggilan pauda’, pa’ tuha, nauda’, antuha, tidak hanya dipergunakan terhadap orang-orang yang betul-betul keluarga kita, panggilan ini biasa juga kita pergunakan sebagai menghormati orang tua, jika nampaknya lebih tua dari orang tua kita dipanggil patuha dan jika dia seorang wanita kita panggil antuha atau nauda’. Jika lebih tua lagi kita panggil ene’.

f. Adik/kakaknya si isteri terhadap adik/kakaknya si suami biasanya dipanggil ise’ atau isant singkatan dari isatn (ayah dan ibu) termasuk paman, pak tuha, dari sebelah suami, dan sebaliknya.

13. Tanda Kepemilikan/Pekerjaan

Jongko’ : ialah tanda bahwa barang sesuatu yang di jongko’ itu mudah ada yang memilikinya. Ada macam-macam jongko’ yaitu :

a. Jongko’ pantojok : sepotong kayu kecil, panjangnya kira-kira sekitar 1,5-2 m dicucukkan ketanah dengan kemiringan 45 derajat, dengan posisi menujuk kepada suatu sasaran diatas pohon yang ditunjuk itu (biasanya sarang lebah) telah menjadi milik orang yang memasang pantojok itu.

Bersambung Ke bagian kedua……………………….





 
Design by PHILIPUS NAHAYA | Web by PHILIPUS NAHAYA - Philipus Nahaya Themes | PHILIPUS NAHAYA